Gatot Mardiwasisto Direktur Baru BRI Siap Lepaskan Jabatannya di BTN

Jumat, 30 September 2011 14:00 WIB

Direktur PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Gatot Mardiwasisto menyatakan siap melepas jabatannya sebagai Komisaris PT Bank Tabungan Negara Tbk serta Asisten Deputi Menteri BUMN bidang Jasa.

"Ya, harus dilepas 'dong' jabatannya baik di sini (Kementerian BUMN) dan BTN," ujar Gatot kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Ia mengungkapkan, setelah terpilih sebagai direktur dalam RUPSLB BRI yang diselenggarakan pada Rabu (28/9), selanjutnya hasil ini diproses melalui uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh Bank Indonesia.

"Saya tidak tahu kapan fit and proper tes dilakukan," kilahnya.

Saat ini, Gatot Mardiwasisto masih menjabat sebagai komisaris BTN sejak Mei 2008, serta Asisten Deputi BUMN bidang Jasa.

Gatot Mardiwasisto juga pernah menjabat Direktur Usaha Niaga Farmasi di Kantor Menneg PBUMN & BKPM dan Kepala Sub Direktorat Perbankan & Jasa Keuangan pada Ditjen Pembinaan BUMN Depkeu.

Ia juga pernah bertugas sebagai anggota Tim Restrukturisasi Bank BUMN, Tim Kebijakan Single Presence Policy dan Tim Oversight Committee Bank BUMN.

Deputi Menteri BUMN bidang Jasa Parikesit Suprapto menambahkan Gatot Mardiwasisto akan diposisikan sebagai Direktur Sumber Daya Manusia (SDM), sebab BRI tidak memiliki direktur di posisi ini.

"Kemungkinan beliau jadi direktur SDM," ujar Parikesit.

Total Aset Perbankan di Solo Tumbuh 18,05% Jadi Rp 33,59 Triliun

Jumat, 30 September 2011 13:30 WIB

Kinerja perbankan yang ada di 63 Kantor Cabang Bank Umum dan 88 Kantor Pusat Bank Perkreditan Rakyat di wilayah eks Karesidenan Surakarta pada Agustus 2011 menunjukkan peningkatan.

Hal tersebut tercermin dari total aset, kredit/pembiayaan dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang mengalami pertumbuhan positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Total aset perbankan pada Agustus 2011 mencapai Rp33,59 triliun, atau tumbuh 18,05 persen.

"Peningkatan total aset perbankan di wilayah eks Karesidenan Surakarta terutama berasal dari meningkatnya DPK yang mencapai Rp26,20 triliun atau tumbuh 15,33 persen," kata Pimpinan Kantor Bank Indonesia Solo Doni P.Joewono di Solo, Jumat.

Pangsa DPK yang terbesar berasal dari tabungan sebesar Rp13,73 triliun , disusul dari deposito dan giro masing-masing sebesar Rp9,39 triliun, dan Rp3,09 triliun. Outstanding kredit perbankan pada Agustus 2011 mencapai Rp27,88 triliun.

Pertumbuhan kredit tersebut sesuai dengan perkiraan pertumbuhan kredit tahun 2011 oleh Bank Indonesia sebesar 20 persen sampai 23 persen.

Dari jumlah tersebut, sebesar 40,44 persen dari total kredit atau sebesar Rp11,27 triliun disalurkan kepada 406.322 debitur dalam bentuk kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Perkembangan DPK dan kredit serta fungsi intermediasi perbankan sudah berjalan dengan baik, tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 106,40 persen.

Ini menandakan bahwa seluruh DPK yang dihimpun perbankan di wilayah eks Karesidenan Surakarta disalurkan dalam bentuk kredit, bahkan perbankan menggunakan modalnya sendiri atau dana dari kantor pusatnya untuk membiayai kreditnya.

Doni mengatakan dibandingkan Desember 2010, DPK bulan Agustus 2011 mengalami peningkatan 4,55 persen. Peningkatan DPK menyebabkan total aset perbankan bulan Agustus 2011 mengalami peningkatan sebesar 7,54 persen. Kredit pada bulan Agustus 2011 tumbuh sebesar 13,09 persen dibandingkan Desember 2010.

Sementara suku bunga kredit bank umum masih relatif tinggi namun sedikit menurun dibanding Desember 2010.

Suku bunga kredit modal kerja, investasi dan konsumsi masing-masing sebesar 13,28 persen, 13,85 persen dan 15,10 persen pada Agustus 2011, menurun dibandingkan bulan Desember 2010 masing-masing sebesar 13,58 persen , 14,16 persen dan 15,27 persen.

Meningkatnya penyaluran kredit pada Agustus 2011 tetap diiringi dengan kualitas kredit yang baik, tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) yang secara gross cukup rendah sebesar 3,53 persen.

Komisi XI DPR Resmi Dapat Mandat Lakukan Fit and Proper Test Deputi Gubernur BI

Kamis, 29 September 2011 14:19 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi XI resmi mendapatkan mandat untuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI). Ada empat nama yang dikirimkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk bersaing.

Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo akan bersaing dengan Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Ronald Waas untuk menggantikan (Alm) Budi Rochadi.

Sedangkan Muliaman Hadad berkesempatan meraih kursinya lagi jika bisa mengungguli Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Riswinandi.

Demikian diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qasasi di Jakarta, Kamis (29/9/2011).

"Pimpinan telah mengirimkan surat Presiden ke Komisi XI untuk dilakukan fit dan proper test. 4 calon tersebut sudah fix," kata Achsanul.

Namun menurut Achsanul, fit and proper test belum akan dilakukan pada masa sidang kali ini. Namun masa sidang berikutnya.

"Karena masa sidang kali ini sudah hampir selesai dan agendanya banyak jadi tunggu masa sidang berikutnya," tambah Achsanul.

Lebih jauh Achsanul mengatakan Komisi XI dalam tes nanti akan mencecar para calon Deputi Gubernur BI mengenai 3 hal penting. Salah satunya adalah bagaimana membatasi 'jajahan' asing di perbankan lokal.

"Ada 3 hal penting yakni penurunan suku bunga, membatasi asing dan pandangannya tentang Otoritas Jasa Keuangan," pungkasnya.

Presiden SBY Resmi Kirimkan Surat ke DPR Mengenai Nama Calon Deputi Gubernur BI

Kamis, 29 September 2011 07:30 WIB

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya resmi mengirimkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perihal nama-nama calon Deputi Gubernur Bank Indonesia. Presiden SBY memberikan 4 nama calon pengganti (Alm) Budi Rochadi dan Muliaman Hadad.

"Surat sudah masuk ke DPR, atas nama Presiden SBY perihal calon Deputi Gubernur BI," ungkap Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis kepada detikFinance di Jakarta, Kamis (29/9/2011).

Namun Harry menyampaikan belum membaca isi surat tersebut. "Saya belum sempat membaca surat tersebut," singkat Harry.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan detikFinance, Presiden SBY mengirimkan 4 nama calon Deputi Gubernur Bank Indonesia. Adapun nama-nama tersebut yakni :

1. Perry Warjiyo (Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia).

2. Ronald Waas (Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran).

3. Muliaman Hadad (Deputi Gubernur BI)

4. Riswinandi (Wakil Direktur PT Bank Mandiri Tbk).

Sebelumnya BI memang telah mengirimkan nama calon Deputi Gubernur pengganti (Alm) S. Budi Rochadi dan Muliaman D. Hadad yang akan habis masa jabatannya pada Desember 2011. Nama Muliaman Hadad kembali masuk jajaran calon Deputi Gubernur karena Deputi yang membawahi bidang Penelitian dan Pengaturan Perbankan ini masih bisa diangkat kembali karena baru satu periode.

"Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia telah mengirimkan rekomendasi berupa surat kepada Presiden terkait calon Deputi Gubernur Bank Indonesia," ungkap Juru Bicara BI Difi Johanysah kepada detikFinance pekan lalu.

Menurut Difi terdapat 8 calon yang telah disampaikan kepada Presiden. Namun, Presiden nantinya bisa menambahkan atau mengurangi nama-nama tersebut sebelum disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan.

Bank Mandiri Beri Suntikan Modal ke Anak Usaha Syariah Rp 200 Miliar

Kamis, 29 September 2011 07:16 WIB

PT Bank Mandiri Tbk segera memberikan suntikan modal kepada anak usahanya, PT Bank Syariah Mandiri, sebesar Rp 200 miliar. Tambahan modal yang direncanakan direalisasikan pada bulan depan ini digunakan untuk mendongkrak rasio kecukupan modal alias CAR yang tergerus akibat ekspansi pembiayaan yang cepat.

"Kami akan berikan tambahan modal Rp 200 miliar bagi BSM dalam waktu dekat. Itu merupakan bagian dari Rp 900 miliar yang kemarin mereka minta sejak tahun 2010," ujar Direktur Commercial dan Business Banking Bank Mandiri, Sunarso, Rabu (28/9/2011).

"Mudah-mudahan bisa (bulan depan), karena sudah mendesak dan kami harus jaga CAR agar tidak jatuh," imbuh Sunarso.

Dijelaskan Sunarso, nantinya sisa kebutuhan modal sebesar Rp 700 miliar dapat dipenuhi dengan penambahan modal lagi atau penerbitan obligasi subordinasi (subdebt).

Namun sebelum mendapatkan sisa tambahan modal BSM harus 'bebenah' dengan memberikan performa bisnis sesuai keinginan dari induk.

"Tambahan modal Rp 900 miliar tersebut adalah aspirasi mereka dan pemberiannya secara bertahap karena ada hal-hal yang harus dipenuhi seperti Key Performance Index," ujarnya.

Sebelumnya BSM memang mengharapkan induk usaha akan memberikan sekitar 50% dari kebutuhan modal BSM. Adapun sisanya, lanjut dia, direncanakan akan dipenuhi lewat subdebt.

Hingga akhir Juni 2011, CAR BSM mencapai 11,24% turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 12,43%.

Mandiri Menggandeng 7-Eleven Dalam Perluasan Jaringan Elektronik

Kamis, 29 September 2011 07:15 WIB

PT Bank Mandiri Tbk menggandeng PT Modern Putra Indonesia pemilik 7-Eleven Indonesia dalam perluasan jaringan elektronik seperti Electronic Data Capture (EDC) dan mesin ATM.

Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Senior Vice President Jakarta Commercial Sales Bank Mandiri Winarsih Budiriani dan Direktur Utama PT Modern Putra Indonesia Henri Honoris.

"Penguatan jaringan ini juga dapat mendorong pertumbuhan transaksi nasabah melalui jaringan elektronik Bank Mandiri, sehingga nantinya Mandiri dapat menjadi pemain utama dalam transactional banking di Tanah Air," jelas Direktur Commercial dan Business Banking Bank Mandiri Sunarso, di Plaza Mandiri, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (28/9/2011).

Dijelaskan Sunarso, sampai akhir Agustus 2011 jaringan elektronik Bank Mandiri telah dilengkapi 8.960 ATM, yang tersambung ke lebih dari 21 ribu jaringan ATM Link dan 30 ribu jaringan ATM Bersama serta 68.034 unit EDC.

Adapun jumlah transaksi melalui jaringan elektronik mencapai 24,85 juta transaksi, atau tumbuh 30% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

"Kami optimis, kerjasama dengan 7-Eleven ini dapat mendukung peningkatan transaksi elektronik Bank Mandiri pada tahun ini. Mengingat, rata-rata jumlah transaksi di setiap outlet 7-Eleven mencapai lebih dari 1.000 transaksi per hari," ungkap Sunarso.

Selain perluasan jaringan elektronik, Bank Mandiri juga menyediakan layanan cash management, mandiri virtual account dan mandiri cash pick up service untuk meningkatkan efisiensi operasional, sehingga mampu mendukung ekspansi usaha 7-Eleven.

"Kita adalah franchise terbesar di dunia, ada lebih dari 40 ribu outlet, dan hanya di 19 negara. Dengan populasi kita (Indonesia) 240 juta, kita yakin bisa lebih besar. Nah kita butuh support dari bank untuk maju bersama," kata Komisaris Utama PT Modern PutraIndonesia Sungkono Honoris di tempat yang sama.

BRI Targetkan Pertumbuhan Kredit 23% di 2012

Rabu, 28 September 2011 12:44 WIB

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) telah mengucurkan kredit hingga Rp 300 triliun per September 2011. Untuk tahun 2012, BRI menargetkan pertumbuhan kredit hingga 23%.

"Angka 2012, ekspansi lihat ekonomi seperti apa, dan pendanaan kita. Itu kita tetap pasang 20-23%. Angka moderat di situ," ungkap Sekretaris Perusahan BRI Muhamad Ali kepada wartawan usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa di Gedung BRI, Sudirman, Jakarta, Rabu (28/9/2011).

BRI saat ini masih memperbaiki kualitas aset, terutama di sektor ritel dan menengah yang memiliki tingkat kredit bermasalah (non performing loan/NPL) lebih tinggi.

"Itu, kita melihat modal juga, serta untuk ritel dan menengah mau memperbaiki portofolionya, NPL cukup tinggi dbanding segmen mikro dan korporasi. Jadi perlambatan di situ, fokus perbaiki lebih dahulu," jelasnya.

Ia menjelaskan, BRI tetap fokus di segmen mikro dengan portofolio dari total kredit mencapai 32% per semester satu 2011. Di tahun 2012, BRI tetap mematok target tinggi untuk pertumbuhan di segmen tersebut, mencapai 30%.

"2012, untuk mikro kita tetap pasang target 30%, pertumbuhannya. Tahun ini tetap, sudah tumbuh sekitar 30%. Itu karena kita fokus di mikro, unit kerja banyak di mikro," ucapnya.

Dari sisi permodalan, lanjutnya, dengan target pertumbuhan moderat di tahun 2012, sebesar 20-23%, menurutnya tidak akan menggerus rasio kecukupan modal (CAR) cukup dalam sehingga perlu untuk mempertebal dengan penerbitan obligasi subordinasi (subdebt).

"Subdebt kita terbitkan manakala kondisi di lapangan kredit tumbuh lebih dari 20-23%, kalau masih seperti itu belum akan subdebt," kata Ali.

Hingga akhir semester satu 2011, portofolio kredit BRI mencapai Rp 265,82 triliun, naik Rp 39,58 triliun atau 17,49% dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 226,24 triliun.

Direktur Utama BRI Sofyan Basir pada kesempatan yang sama mengungkapkan kredit per September 2011 masih sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB).

"Saat ini kredit tumbuh sekitar Rp 200-Rp 300 triliun dan valas hanya tumbuh 7% dari total pinjaman Per-September 2011," jelasnya.

RUPSLB Bank BRI Mengangkat Gatot Mardiwasisto Jadi Direktur Baru

Rabu, 28 September 2011 11:20 WIB

Hasil RUPSLB PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) mengangkat Gatot Mardiwasisto sebagai Direktur baru. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) diputuskan pula bahwa pemegang saham menerima dan menyetujui permintaan pengunduruan diri Soedarjono senagai Wakil Komisaris Utama BRI.

"Namun untuk pembidangan Pak Gatot belum ditentukan. Nanti akan dibicarakan ditingkat Direksi dan Komisaris," ungkap Direktur Utama BRI Sofyan Basir usai RUPSLB di Gedung BRI, Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (28/9/2011).

RUPSLB menyatakan penambahan direksi didasarkan pada pertimbangan berkembangnya BRI baik dari sisi bisnis maupun infrastruktur dan SDM. "Dan itu sudah jadi keputusan pemegang saham," kata Sofyan.

Terkait pengunduran diri Soedarjono sebagai Wakil Komisaris Utama tersebut tidak mengurangi independensi dewan komisaris sebagai pengawas perseroan karena jumlah komisaris independen dalam komisaris BRI meliputi 50% dari keseluruhan jumlah anggota dewan komisaris.

Sumber media, yang merupakan bankir senior menyebutkan Gatot Mardiwasisto merupakan pejabat Kementerian BUMN yang dimasukkan ke BRI.

"Gatot merupakan Asisten Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN. Dan penunjukkan Direktur baru ini cukup aneh karena dirinya tidak punya pengalaman eksekutif di bank," tutur sumber tersebut.

Dijelaskan sumber ini juga, mengapa Bank Indonesia (BI) bisa meloloskan orang yang tidak berpengalaman di tingkat direksi.

"Ini aneh ya, nanti bekas anggota DPR bisa jadi direktur di bank-bank lain? Apa kabar BI? Kenapa kok bisa lulus fit and proper test?," tegasnya.

Berikut susunan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi BRI :

Dewan Komisaris:

Komisaris Utama: Bunasor Sanim
Komisaris: Agus Suprijanto
Komisaris: Heru Lelono
Komisaris: Hermanto Siregar
Komisaris Independen: Aviliani
Komisaris Independen: Adhyaksa Dault

Dewan Direksi:

Direktur Utama: Sofyan Basir

Direktur:

* Sarwono Sudarto

* Achmad Baiquni

* Sulaiman Arif Arianto

* A. Toni Soetirto

* Lenny Sugihat

* Asmawi Syam

* Suprajarto

* Djarot Kusumayakti

* Randi Anto

* Gatot Mardiwasisto

BI : Pelemahan Rupiah Masih Lebih Rendah Dibandingkan Negara Tetangga

Selasa, 27 September 2011 15:59 WIB

Bank Indonesia (BI) meyakini nilai tukar rupiah masih terkendali walaupun sempat ada guncangan yang melemahkan. Pelemahan rupiah masih paling rendah dibandingkan negara-negara tetangga.

Bank sentral menegaskan tetap menjaga volatilitas nilai tukar rupiah dengan mengandalkan cadangan devisa yang saat ini cukup kokoh dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

"Kalau dari kemarin, hari ini jelas akan kuat. Kalau kemarin dibandingkan dengan penutupan sebelumnya depresiasi atau melemahnya 0,55% itu masih terendah dari tingkat depresiasi di negara kawasan," ungkap Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Perry Warjiyo di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (27/9/2011).

Menurut Perry, pelemahan terbesar terjadi pada Korea (Won) dan Singapura (Dolar Singapura). Pada dasarnya sambung Perry rupiah masih relatif lebih stabil dibandingkan dengan mata uang di kawaasan.

Lebih jauh Perry menjelaskan, pelemahan rupiah yang tajam dapat dibendung oleh cadangan devisa yang memang cukup kuat. Stabilisasi rupiah terjaga karena cadangan devisa hasil akumulasi yang mencapai US$ 120 miliar.

"Kita gunakan cadangan devisa jangka panjang kan untuk itu untuk stabilisasi nilai tukar. Waktu devisa banyak masuk kita akumulasi kan, nah ketika (rupiah) kurang di pasar kita akan suplai," tutur Perry.

"Sekali lagi saya ingin tegaskan jumlah cadangan devisa jauh lebih cukup. Indikatornya masih tinggi dari hingga mencapai 7 bulan dari pembayaran impor dan utang luar negeri, jadi bayangkan itu lebih dari cukup," imbuh Direktur yang disebut-sebut sebagai Calon Deputi BI ini.

Menurut Perry, dibandingkan dengan negara berkembang lain cadangan devisa biasanya hanya mematok ukuran 5 bulan impor itu sudah cukup. Sedangkan Indonesia hingga 7 bulan impor dinilai sudah sangat baik.

"Kita itu sudah 7 bulan impor. Fundamental kita ekonomi pertumbuhan 6,6% kurang apalagi? inflasi kita 5% kurang apalagi? kredit 24%, jadi kurang apalagi fundamental kita? cukup kuat semuanya," tegas Perry.

Nilai tukar rupiah dibuka menguat ke level 8.925 per dolar AS, dibandingkan penutupan sebelumnya di level 9.050 per dolar AS. Hingga siang ini, nilai tukar rupiah berdasarkan kurs tengah BI tercatat Rp 8.915 per dolar AS.

Pemerintah Masih Mempertimbangkan Besaran Potongan Tabungan Perumahan

Senin, 26 September 2011 09:50 WIB

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) sampai saat ini masih mempertimbangkan besaran potongan bagi tabungan perumahan.

"Potongan ini akan dibebankan kepada pemberi kerja untuk itu harus dihitung benar-benar agar tidak memberatkan," kata Sekretaris Menpera Iskandar Saleh saat dihubungi, Minggu.

Iskandar mengatakan, pemberi kerja selama ini telah dibebankan berbagai potongan termasuk potongan Jamsostek sehingga belum tentu mereka bersedia dipotong untuk tabungan perumahan.

Salah satu usulan lain potongan itu dibagi dengan pekerja dengan komposisi 70 persen pemberi kerja dan 30 persen pekerja atau 60 persen pemberi kerja 40 persen pekerja, jelas dia.

Iskandar mengatakan, tabungan perumahan ini merupakan jawaban bagi bank penyalur KPR/ KPA untuk mendapatkan dana murah berjangka panjang.

"Bank-bank penyalur KPR/ KPA dengan masa tenor 15 tahun terancam mengalami mismatch (ketidaksesuaian) dana karena menggunakan sumber dana tabungan masyarakat berjangka pendek," kata dia.

Sedangkan untuk memanfaatkan sumber dana melalui PT Sara Multigriya Finansial (SMF) juga masih terkendala penjualan surat berrharga di pasar sekunder karena peringkatnya masih dibawah surat utang negara.

Sehingga solusi untuk mengatasi sumber dana perumahan segera direalisasikan tabungan perumahan untuk itu, kata Iskandar, perlu dibuatkan perangkat undang-undang karena menyangkut iuran masyarakat yang jumlahnya triliuanan rupiah.

Persoalannya membutuhkan waktu untuk menyiapkan undang-undang, peraturan pemerintah namun dengan dukungan bank penyalur kredit perumahan seperti BTN diperkiran dalam waktu delapan bulan rencana dapat terwujud, kata Iskandar.

Sebelumnya dalam acara gathering di Sukabumi, Direktur Utama BTN, Iqbal Latanro mengatakan, kebijakan pemerintah membentuk tabungan perumahan nasional sangat ditunggu BTN sebagai bank penyalur kredit perumahan.

Hanya saja Iqbal minta harus dibuatkan peraturan yang mengharuskan dana yang dihimpun dari bank tabungan perumahan sebaiknya ditempatkan pada bank penyalur perumahan.

Iqbal mengingatkan, pemerintah seharusnya menempatkan dana tabungan perumahan pada perbankan yang memiliki kapasitas debitur yang telah mendapatkan kredit perumahan dalam beberapa tahun terakhir.

"BTN sebagai penyalur kredit perumahan untuk program rrumah bagi masyarakat berpendapat rendah telah tersalurkan 120.000 unit hampir memenuhi program pemerintah 200.000 unit," kata Iqbal.

Iqbal menyambut baik, fasilitas pemerintah menyediakan bunga murah dan tetap selama masa angsuran melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (PLPP) hanya saja dilapangan kita mengalami kesulitan.

"Kami saat ini kesulitan mendapatkan supply (pasokan) rumah dari pengembang sesuai kriteria rumah yang layak dibiayai program FLPP," kata Iqbal.

Sedangkan pada yang sama anggota Komisi V Malkan Amim mengatakan, fasilitas tabungan perumahan hanya dapat menyentuh masyarakat yang menjadi anggotanya sajja.

Padahal kenyataan dilapangan masih banyak Masyarakat Berpendapat Rendah (MBR) yang masih kesulitan untuk membeli rumah dapat dilihat dari backlog (kebutuhan) rumah mencapai 13,6 juta pada tahun 2011.

Pemerintah seharusnya tidak menghapus kebijakan memberikan fasilitas subsidi karena sebelumnya pemerintah pernah memberikan subsidi uang muka dan subsidi selisih bunga, kata Malkan.

"Sudah menjadi kewajiban pemerintah memberikan subsidi agar mereka (MBR) dapat tinggal di rumah yang layak, tidak berhimpit-himpitan di rumah kontrakan yang tidak sehat kondisinya," kata Malkan.

Malkan mengatakan. APBN kita masih sanggup untuk memberikan subsidi, sehingga kebijalan untuk menghapus subsidi bukan merupakan langkah yang tepat ditengah-tengah kenaikan berbagai barang kebutuhan pokok.

Gubernur BI Ajukan 7 Nama Calon Deputi Gubernur Pada Presiden SBY

Senin, 26 September 2011 09:47 WIB

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution sudah mengajukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tujuh nama calon deputi gubernur untuk mengganti posisi dua deputi gubernur yang habis masa kerjanya Desember mendatang.

"Pak Gubernur Darmin Nasution sudah mengirimkan nama-nama ke Presiden untuk mengisi posisi Pak Muliaman D Hadad dan almarhum Budi Rochadi yang habis Desember mendatang," kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, berdasarkan UU BI Presiden harus menyerahkan maksimal tiga nama calon selambat-lambatnya dua bulan ke DPR RI sebelum berakhirnya masa kerja deputi gubernur yang bersangkutan.

Sumber di BI menjelaskan tujuh nama yang diajukan BI ke presiden adalah Muliaman D Hadad sekarang menjabat Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo (saat ini menjabat sebagai Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI), Ronald Waas (Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran BI), Kusumaningtuti (Kepala Kantor Perwakilan BI Wilayah New York).

Selain itu adalah Nelson Tampubolon (Direktur Direktorat Internasional BI), TW Suparyono (Direktur Direktorat Pengelolaan Devisa), dan Hendar (Direktur Pengelolaan Moneter).

Mengenai calon yang berasal dari luar BI, yaitu Komisaris PT Bank Mandiri Tbk Krisna Wijaya dikabarkan menolak diajukan lagi karena lebih ingin berkonsentrasi pada tugasnya sekarang.

Asbisindo Harapkan BI Dukung Promosi Produk Syariah

Senin, 26 September 2011 09:38 WIB

Bank Indonesia harus mendukung promosi produk-produk keuangan syariah agar mampu memperluas penetrasi pasar, kata Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) A Riawan Amin, di Jakarta, Sabtu, 25 September.

"Kalau promosi hanya diserahkan kepada bank syariah yang ukurannya tiga persen dari total pangsa pasar perbankan nasional, maka biaya promosinya juga tiga persen. Sedangkan perbankan konvensional punya anggaran yang jauh lebih besar," katanya.

Dari sisi pelaku perbankan, menurut Riawan, hanya beberapa outlet bank syariah di daerah yang menawarkan produknya.

"Jangan-jangan malah tidak ada produk syariah di outlet itu atau punya produk syariah tapi tidak dijual," katanya.

Riawan mengatakan promosi produk perbankan syariah menghadapi tantangan dalam sistem keuangan yang menganut sistem konvensional seperti Indonesia.

"Kalau kita biarkan semua itu (promosi produk syariah) berjalan alamiah, akan lambat berjalannya. Padahal promosi perbankan konvensional semakin bertambah besar," katanya.

Berdasarkan laporan Bank Indonesia, pada 2010 volume usaha total perbankan syariah tumbuh 43,99 persen dibanding pada 2009 sebesar 26,55 persen.

Sementara, pada triwulan ketiga 2010 jumlah kantor bank umum syariah dan unit usaha syariah menjadi 1.388 dibanding pada periode yang sama 2009 dengan 924 kantor.

Cina Luncurkan ATM Emas

Senin, 26 September 2011 09:11 WIB

Tingginya permintaan emas membuat sejumlah bank dan pedagang emas di China membuat inovasi kemudahan investasi dengan ATM emas. Di China yang merupakan negara konsumen emas terbesar kedua di dunia itu kini sudah ada ATM emas untuk pembelian yang lebih praktis.

ATM Emas ini diluncurkan di kota supersibuk China, Beijing. Para tukang belanja di Wangfujing Street yang populer itu tinggal memasukkan uang tunai atau semacam kartu ATM untuk menarik batangan ataupun kon emas dalam berat yang bervariasi lewat ATM tersebut.

Namun menurut berita yang dilansir dari AFP, Senin (26/9/2011), penarikan emas melalui ATM tersebut dibatasi maksimal 2,5 kilogram atau setara dengan 1 juta yuan (US$ 156.500). Saat ini mesin ATM emas tercatat sudah ada di Inggris, AS, Timur Tengah dan Eropa.

Mesin ATM Emas itu diluncurkan oleh Beijing Agricultural Commercial Bank dan sebuah perusahaan perdagangan emas. Mereka juga berniat menempatkan sejumlah ATM Emas di lokasi yang aman seperti pusat perbelanjaan emas atau klub-klub privat.

Emas memang kerap kali digunakan sebaai alat untuk melawan inflasi dan keberadaan mesin-mesin ATM emas itu dapat membuktikan kepopulerannya di tengah masyarakat China yang sedang mencari jalan aman guna melindungi uang mereka dari kenaikan harga-harga.

Menurut World Gold Council, permintaan emas di China tercatat melonjak hingga 27% secara year on year menjadi 579,5 ton tahun 2010. India masih tercatat sebagai negara konsumen emas terbese di dunia dengan kenaikan mencapai 66% menjadi 963,1 ton.

Komisi XI DPR Bentuk Panitia Kerja Asuransi Benahi Industri Perasuransian

Kamis, 22 September 2011 08:20 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi XI telah membentuk panitia kerja (panja) asuransi, untuk membenahi industri perasuransian. Panja juga akan membahas lebih rinci penyimpangan dana investasi PT Askrindo di beberapa Manajer Investasi (MI).

"Panja Asuransi dibentuk dalam masa sidang, terkait dalam rangka OJK. Panja akan memonitor asuransi, dan kita bahas terhadap kinerja keuangan," kata Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi dalam RDP dengan direksi Askrindo, Kapolda dan Bareskrim, serta Bapepam-LK di Jakarta, Rabu (21/9/2011).

Panja Asuransi dilatarbelakangi belum optimalnya evaluasi atas kinerja keuangan perusahaan asuransi oleh pemerintah. Selain itu banyak perusahaan asuransi sebagai BUMN dan mendapat kucuran dari dari APBN.

"Evaluasi yang akan dilakukan panja jadi upaya preventif guna mencegah terulangnya apa yang terjadi pada Askrindo. Anggotanya akan segera terbentuk dan melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangan BUMN asuransi seperti PT Asuransi Ekspor Indonesia, PT Asuransi Jiwasraya, dan PT Jasa Raharja," ucapnya.

DPR juga mengkritisi kinerja Askrindo meski sususan direksi merupakan muka-muka baru yang terpilih oleh Kementerian BUMN. Utamanya langkah restrukturisasi perseroan supaya kasus investasi ilegal sebelumnya dapat segera terselesaikan.

"Perlu ada business plan dibuat untuk menyelesaikan masalah. Ini sangat penting karena akan menjadi dasar pengambilan keputusan pemerintah dalam menambahkan modal Rp 1 triliun," tegasnya.

Pekan depan, Komisi XI mengagendakan pertemuan yang sama dengan Bapepam-LK, Kepolisian, dan Askrindo, serta melibatkan manajemen perusahaan yang terlibat atau menerima dana pengelolaan investasi dari manajer invetasi (MI).

Pembahasan pekan depan akan lebih fokus, seperti pembahasan rencana penyertaan modal negara dan melihat sejauh mana direksi yang baru memahami permasalahan Askrindo.

"PMN Askrindo akan dilakukan pembahasan minggu depan dari sekarang," tegasnya.

ESRB Minta Eropa Memperkuat Permodalan Bank

Kamis, 22 September 2011 08:27 WIB

Dewan Risiko Sistematis Eropa (European Systematic Risk Board/ESRB) pada Rabu meminta Eropa untuk mengkoordinasikan upaya-upaya memperkuat permodalan bank setelah pertemuan di Frankfurt.

"Jika perlu, ini bisa memanfaatkan dari kemungkinan untuk Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa untuk meminjamkan kepada pemerintah dalam rangka rekapitalisasi bank," kata sebuah pernyataan oleh ESRB, yang didirikan segera setelah krisis keuangan 2008.

Lembaga itu mengatakan risiko terhadap stabilitas sistem keuangan Uni Eropa telah meningkat "jauh" sejak pertemuan terakhir pada 22 Juli.

Pihaknya menunjuk masalah utang, kesulitan pendanaan antar bank Uni Eropa dan melemahnya prospek pertumbuhan di Uni Eropa dan di seluruh dunia.

"Selama beberapa bulan terakhir, tekanan surat utang negara telah pindah dari negara yang lebih kecil ke beberapa negara Uni Eropa yang lebih besar," kata ESRB.

"Situasi ini diperparah oleh keringnya perkembangan bank pasar pendanaan jangka panjang, dan ketersediaan dana dolar AS ke bank-bank Uni Eropa juga telah menurun secara signifikan." Dewan mengatakan: "Keterkaitan yang tinggi dalam sistem keuangan Uni Eropa telah menyebabkan risiko penularan meningkat pesat signifikan. Hal ini mengancam stabilitas keuangan di Uni Eropa secara keseluruhan dan dampak negatif ekonomi riil di Eropa dan seterusnya." ESRB terdiri dari 37 anggota, termasuk direktur ban-bank sentral Eropa.

Komisi XI DPR Bentuk Panitia Kerja Asuransi Benahi Industri Perasuransian

Kamis, 22 September 2011 08:20 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi XI telah membentuk panitia kerja (panja) asuransi, untuk membenahi industri perasuransian. Panja juga akan membahas lebih rinci penyimpangan dana investasi PT Askrindo di beberapa Manajer Investasi (MI).

"Panja Asuransi dibentuk dalam masa sidang, terkait dalam rangka OJK. Panja akan memonitor asuransi, dan kita bahas terhadap kinerja keuangan," kata Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi dalam RDP dengan direksi Askrindo, Kapolda dan Bareskrim, serta Bapepam-LK di Jakarta, Rabu (21/9/2011).

Panja Asuransi dilatarbelakangi belum optimalnya evaluasi atas kinerja keuangan perusahaan asuransi oleh pemerintah. Selain itu banyak perusahaan asuransi sebagai BUMN dan mendapat kucuran dari dari APBN.

"Evaluasi yang akan dilakukan panja jadi upaya preventif guna mencegah terulangnya apa yang terjadi pada Askrindo. Anggotanya akan segera terbentuk dan melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangan BUMN asuransi seperti PT Asuransi Ekspor Indonesia, PT Asuransi Jiwasraya, dan PT Jasa Raharja," ucapnya.

DPR juga mengkritisi kinerja Askrindo meski sususan direksi merupakan muka-muka baru yang terpilih oleh Kementerian BUMN. Utamanya langkah restrukturisasi perseroan supaya kasus investasi ilegal sebelumnya dapat segera terselesaikan.

"Perlu ada business plan dibuat untuk menyelesaikan masalah. Ini sangat penting karena akan menjadi dasar pengambilan keputusan pemerintah dalam menambahkan modal Rp 1 triliun," tegasnya.

Pekan depan, Komisi XI mengagendakan pertemuan yang sama dengan Bapepam-LK, Kepolisian, dan Askrindo, serta melibatkan manajemen perusahaan yang terlibat atau menerima dana pengelolaan investasi dari manajer invetasi (MI).

Pembahasan pekan depan akan lebih fokus, seperti pembahasan rencana penyertaan modal negara dan melihat sejauh mana direksi yang baru memahami permasalahan Askrindo.

"PMN Askrindo akan dilakukan pembahasan minggu depan dari sekarang," tegasnya.

Bank BNI Ditunjuk Jadi Agen Penjamin dan Pembayar Pertamina

Rabu, 21 September 2011 15:17 WIB

Bank BNI ditunjuk sebagai agen penjamin dan pembayar oleh PT Pertamina, Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation sebagai kontraktor penjual LNG dan LPG Blok Mahakam untuk menerima, mengelola dan mengalokasikan pembayaran kontrak LNG dan LPG yang telah ditentukan.

Dirut BNI Gatot M Suwondo di Jakarta, Rabu mengatakan dengan kesepakatan ini, pembayaran dari penjualan kontrak-kontrak blok Mahakam dibayarkan melalui rekening penjual di BNI Cabang Singapura.

Gatot menyampaikan itu usai penandatanganan surat penunjukkan BNI itu yang ditandatangani oleh Direktur Keuangan Pertamina M Afdal Bahaudin, Presdir Total Elizabeth Proust, dan Direktur Inpex Corporation Yutaka Inoue serta Gatot Suwondo di sela-sela Konferensi Migas Asia Pacific.

Menurut Gatot, penunjukkan BNI melalui cabang di Singapura merupakan satu-satunya bank nasional yang memiliki ijin operasional berlisensi penuh sehingga dapat memberikan pelayanan penjaminan dan pembayaran kontrak-kontrak LNG dan LPG.

"Hal ini merupakan suatu terobosan baru industri perbankan di Indonesia karena selama ini transaksi ini hanya menggunakan bank asing dan untuk pertama kalinya bank nasional diberikan kepercayaan transaksi nasional ini," katanya.

Dikatakannya, penunjukkan ini menjadi bukti komitmen BNI dalam mendukung pengembangan industri migas sebagai aset bangsa yang dioptimalkan manfaatnya oleh bangsa sendiri.

"Kesepakatan ini juga menjadi kelanjutan peran BNI yang sebelumnya juga telah ditunjuk dan menjadi mitra kontraktor LNG dan LPG seperti Pertamina, Total dan Inpex Corporation untuk layanan perbankan berkelas internasional," katanya.

Nilai estimasi hasil penjualan LNG dari kontrak tersebut adalah sekitar 18 miliar dolar AS untuk masa kontrak 10 tahun.

Kepala BP Migas R Priyono menilai penunjukkan BNI ini merupakan sebuah prestasi karena baru pertama kali terjadi dalam sejarah industri perbankan Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah terlibat.

Jumlah Kredit Macet Perbankan RI Rp 36,138 Triliun


Kamis, 15 September 2011 11:11 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat hingga Juli 2011 jumlah kredit macet perbankan naik Rp 1,1 triliun menjadi Rp 36,138 triliun, dari Juni 2011 yang sebesar Rp 34,99 triliun. Jumlah kredit macet ini juga tercatat naik jika dibandingkan dengan Juli 2010 yang sebesar Rp 30,339 triliun

Demikian terungkap dari data statistik perbankan yang dikutip dari Bank Indonesia (BI), Kamis (15/9/2011).

Berdasarkan data BI tersebut, jumlah kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) dari perbankan per Juli 2011 mencapai Rp 60,32 triliun, naik dari posisi Juli 2010 yang sebesar Rp 56,478 triliun. Rasio NPL perbankan di Juli 2011 mencapai 2,01%.

Sampai dengan Juli 2011, jumlah kredit yang dikucurkan perbankan mencapai Rp 1.973,599 triliun. Angka tersebut naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 1.597,98 triliun.

Dari total kredit di Juli 2011 tersebut, sebanyak Rp 1.830,436 triliun masuk kategori lancar. Sementara Rp 88,67 triliun masuk kategori kurang lancar, lalu Rp 9,051 triliun masuk kategori diragukan, dan Rp 36,138 triliun masuk kategori macet.

Bank Umum di Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 42,397 Triliun


Kamis, 15 September 2011 10:35 WIB

Bank-bank umum di Indonesia meraup laba bersih Rp 42,397 triliun sepanjang Januari-Juli 2011. Laba tersebut naik 23,4% dibandingkan periode yang sama 2010 yang sebesar Rp 34,33 triliun.

Demikian isi data statistik perbankan yang dikutip dari Bank Indonesia (BI), Kamis (15/9/2011).

Kenaikan laba perbankan ini ditopang oleh kenaikan pendapatan operasional selama Januari-Juli 2011 yang sebesar Rp 219,415 triliun, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 200,06 triliun.

Sepanjang periode tersebut, beban operasional perbankan naik menjadi Rp 191,935 triliun, dari beban operasional bank pada periode yang sama di 2010 yang sebesar Rp 171,452 triliun.

Pada Januari-Juli 2011, jumlah kredit yang dikucurkan perbankan Indonesia mencapai Rp 1.973,599 triliun. Kredit ini naik dibandingkan periode yang sama di 2010 yang nilainya Rp 1.597,98 triliun.

Jumlah kredit di Juli 2011 didominasi oleh kredit rupiah senilai Rp 1.664,262 triliun, dan kredit valas Rp 309,337 triliun.

Total aset perbankan di Indonesia hingga Juli 2011 mencapai Rp 3.216,89 triliun, naik dari posisi Juli 2010 yang sebesar Rp 2.683,46 triliun.

Krisis Eropa Turut Melemahkan Nilai Tukar Rupiah ke Level Rp 8.705


Kamis, 15 September 2011 07:50 WIB

Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga level Rp.8.705 dikarenakan faktor krisis utang kawasan Eropa yang masih berlanjut.

"Ini karena investor banyak yang khawatir atas kondisi di Eropa dan safe heaven memang masih dolar AS sehingga mereka banyak membeli dolar AS. Itu tentunya berpengaruh terhadap Rupiah," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Bambang menegaskan pelemahan ini bukan dikarenakan fundamental perekonomian Indonesia yang saat ini dalam kondisi baik.

"Artinya bukan karena kondisi fundamental perekonomian Indonesia, tapi lebih karena kondisi global dimana investor global ingin menjaga aset mereka dan salah satunya adalah untuk sementara switching dulu ke dolar AS," ujarnya.

Ia tidak dapat memprediksi berapa lama kondisi depresiasi Rupiah terhadap dolar AS berlangsung dan mengharapkan kondisi Eropa dapat segera kondusif.

"Tergantung kondisi di Eropa. Mudah-mudahan zona Euro bisa segera mencari solusi. Karena bukan hanya masalah Yunani, tapi sudah meluas sampai bahkan ke negara seperti Perancis dan Italia," kata Bambang.

Bambang menjelaskan pemerintah dan bank sentral telah menyiapkan manajemen protokol krisis untuk menjaga pasar surat utang negara tetap stabil.

"Mudah-mudahan ini temporer (sementara). Tergantung bagaimana kami menyiasati kondisi terakhir." kata dia.

Sedangkan Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto mengatakan saat ini tidak ada pelarian modal yang memicu pelemahan rupiah karena depresiasi terjadi karena adanya kekhawatiran sejumlah bank akan keketatan likuiditas yang mengancam pasar global.

"Itu memang karena kekhawatiran dari beberapa bank tentang kondisi likuiditas yang bakal ketat di seluruh dunia. Lagipula kan dua bank besar di Prancis di-downgrade karena dikhawatirkan kondisi krisis di Eropa memburuk," ujarnya.

Menteri Keuangan RI Berharap Bank Mutiara Punya Pemilik Baru


Kamis, 15 September 2011 07:47 WIB

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengharapkan Bank Mutiara yang sekarang dimiliki oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat segera mempunyai pemilik baru.

"Jadi saya merasa bahwa Bank Mutiara itu bisa sudah dimulai penjualannya, nanti kita harapkan akan bisa laku dengan baik," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Menanggapi belum adanya investor yang memenuhi syarat sebagai pemilik baru Bank Mutiara, Menkeu meminta manajemen dan jajaran Bank Mutiara dapat segera berbenah dengan baik.

Untuk itu, Menkeu menyarankan agar LPS sebagai pemilik Bank Mutiara bisa bekerja sama dengan salah satu bank nasional untuk menarik minat investor.

"Jadi seharusnya Bank Mutiara atau pemiliknya, LPS, coba bekerja sama dengan bank-bank yang besar dan baik. Untuk kemudian kinerja daripada Bank Mutiara meningkat, saya rekomendasi untuk bekerjasama dengan satu dari lima bank terbesar di Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, LPS menyatakan proses penjualan saham Pemerintah di Bank Mutiara mengalami kegagalan setelah tiga calon investor yang menyatakan minat dalam proses penawaran tersebut dianggap tidak memenuhi syarat.

Dengan tidak adanya calon investor yang memenuhi syarat, maka sesuai amanat Pasal 42 UU LPS, LPS akan membuka kembali proses penjualan saham PT Bank Mutiara Tbk, pada waktu yang akan ditentukan kemudian.

Proses divestasi saham Pemerintah di bank yang dulu bernama Bank Century ini sebelumnya dimulai pada 8 Juli 2011 saat LPS mengumumkan proses penjualan bank tersebut dibantu PT Danareksa Sekuritas sebagai penasehat keuangan penjualan dan konsultan hukum Assegaf Hamzah & Partner sebagai penasihat hukum transaksi.

Proses penjualan saham PT Bank Mutiara, Tbk dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS (UU LPS).

Melalui pengumuman di media massa pada 8 Juli lalu, LPS telah memberi kesempatan bagi calon investor yang berminat untuk menyampaikan minatnya kepada PT Danareksa Sekuritas paling lambat 18 Juli 2011.

Dari penawaran itu, terdapat sembilan calon investor yang menyatakan minat berpartisipasi dalam proses penjualan saham PT Bank Mutiara, Tbk. LPS melalui PT Danareksa Sekuritas telah menyampaikan Teaser mengenai PT Bank Mutiara, Tbk kepada sembilan calon investor tersebut dan dari sembilan itu hanya tiga calon investor yang menyampaikan surat konfirmasi pernyataan minat.

Berdasarkan UU LPS divestasi Bank Mutiara bisa dilakukan sampai 2013 dengan harga minimal RP6,7 triliun atau setara dengan dana talangan yang dikeluarkan Pemerintah ke Bank Century. Namun jika hingga 2013 divestasi tidak juga berhasil maka bank tersebut bisa dijual dengan harga berapapun.

BTN Juara Umum Annual Report Award 2010


Kamis, 15 September 2011 07:45 WIB

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mendapat predikat juara umum dalam gelaran Annual Report Award 2010. Sebuah ajang penghargaan bagi pertanggungjawaban perseroan kepada publik atau pemegang saham.

ARA yang telah dilakukan selama 10 tahun ini mencakup pengungkapan informasi yang lebih rinci tentang aspek pelaksanaan GCG, pengungkapan analisa dan pembahasan manajemen atas kinerja manajemen, dan pengungkapan informasi keuangan.

Terdapat delapan kategori yang diperlombakan. Dimana masing-masing memiliki tiga pemegang dan mendapat hadiah yang menarik dari penyelenggara. Tahun ini, terdapat 191 perusahaan yang berpartisipasi dalam ARA 2010. Jumlah ini meningkat dibanding penyelenggaran perdana ARA, yang hanya 80 perusahaan.

Ketua Panitia Pengarah ARA 2010, Nurhaida di Jakarta, Rabu malam mengatakan, penyelenggaraan ARA bertujuan untuk meningkatkan keterbukaan informasi dan penerapan Good Corporate Governance (GCG) di sektor dunia usaha baik BUMN/BUMD maupun perusahaan yang tercatat dan tidak tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Ia mengemukakan, tema ARA 2010 yakni "Transparansi Informasi untuk Meningkatkan Daya Saing Dalam Mengantisipasi Integrasi Ekonomi".

BI Minta Bank Lokal Tingkatkan Layanan dan Produknya


Kamis, 15 September 2011 07:35 WIB

Bank Indonesia (BI) meminta perbankan lokal meningkatkan layanan dan produknya terkait dengan pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (DULN). Hal ini diperlukan devisa hasil ekspor para eksportir dapat dikelola dengan baik.

"Nah makanya agar para eksportir kerasan itu harus ada peningkatan servis dari perbankan baik produk atau pelayanannya," ujar Deputi Gubernur BI, Hartadi A. Sarwono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2011).

Dikatakan Hartadi peningkatan layanan diperlukan dalam upaya meningkatkan daya saing perbankan nasional dengan bank-bank asing, karena sampai saat ini masih banyak pengusaha ekspor yang menggunakan jasa bank-bank yang berbasis di luar negeri.

"Nah ini juga yang dipacu bank-bank kita, yang besar-besar itu untuk bersaing dengan bank luar," tambah Hartadi.

Namun di sisi lain, Hartadi mengatakan bank sentral tidak membatasi para pengusaha yang sudah terbiasa untuk menerima pembiayaan dari bank luar, asalkan dimasukkan ke dalam perbankan domestik terlebih dahulu.

"Kalau dapat (pembiayaan) dari bank luar negeri itu tidak apa-apa, tapi dibawa dulu ke dalam, nanti dibayarkan kembali ya silahkan," tuturnya.

BI lebih menekankan bukan dari sisi pembiayaan namun lebih kepada devisa hasil ekspor itu masuk ke dalam negeri, sehingga bank sentral mengetahui berapa besar hasil ekspor, dan dapat membandingkan antara pendapatan ekspor bersih dengan hasil devisa ekspor yang dilaporkan.

"Itu wajib masuk ke dalam negeri, kita tidak wajibkan berapa lamanya, juga tidak harus dikonversi ke dalam rupiah. Kalau mau konkret itu masuk hari ini ke luar besok itu tidak masalah," tutupnya.

Di tempat terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menilai Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri berpeluang meningkatkan pembiayaan ekspor bank di dalam negeri.

"Dengan adanya kewajiban ini akan ada eksportir yang mengalihkan kegiatannya di bank dalam negeri. Secara umum beberapa bank besar sudah siap dan bisa menampung ini," kata Sigit di Hotel JW Marriot.

Ia menambahkan, selama ini bank-bank besar tersebut sudah berpengalaman dengan layanan trade finance maupun menyediakan fasilitas pembiayaan bagi eksportir.

"Yang jadi keberatan eksportir itu kan kalau dia mendapat pembiayaan dari luar negeri. Karena memang ada kewajiban kalau dapat kredit ekspor dari bank itu, maka transaksi ekspornya juga harus lewat bank tersebut. Sudah umum itu," papar Sigit.

Bank Mutiara Dapat Bekerjasama Dengan Bank Terbesar di Indonesia


Rabu, 14 September 2011 14:00 WIB

Menteri Keuangan Agus Martowardjojo merekomendasikan Bank Mutiara bisa bekerja sama dengan salah satu dari lima bank yang terbesar di Indonesia terkait perencanaan untuk penjualan bank yang sebelumnya bernama Century tersebut.

Demikian diungkapkan Agus ketika menghadiri rapat dengar pendapat bersama anggota Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2011).

"Jadi seharusnya, Bank Mutiara, atau pemiliknya, LPS coba bekerjasama dengan bank-bank yang besar dan yang baik. Itu supaya kinerja dariapda bank Mutiara meningkat. Saya rekomendasikan agar dia bekerjasama dengan bank-bank, satu dari lima bank terbesar di Indonesia," harap Agus.

Ia merasa Bank Mutiara sudah bisa dimulai penjualannya. Diharapkan pula agar bank tersebut bisa laku dengan baik.

"Kalau seandainya tahap pertama ini belum (belum laku), ya seharusnya bank Mutiara, jajaran manajemennya perkuat kinerja dan kemampuan keuangan daripada bank Mutiara agar nanti pada saatnya dapat dijual dengan baik," pintanya.

Terkait kerjasama dengan bank-bank besar tersebut, meskipun secara eksplisit Agus tidak menyebutkan siapa saja bank tersebut. Namun diharapkan ada kerjasama secara B to B antara bank-bank besar itu dengan bank Mutiara.

BI Lakukan Kajian Hapus Kepemilikan Mayoritas di Perbankan


Rabu, 14 September 2011 13:47 WIB

Bank Indonesia (BI) mengaku tengah melakukan kajian untuk menghapus kepemilikan mayoritas di industri perbankan dalam negeri. Ketidakpastian tersebut justru menimbulkan kekhawatiran kepada bank-bank yang telah dimiliki oleh pemegang saham asing.

"Kekhawatiran itu pasti ada karena adanya ketidakpastian mengenai pengaturan saham mayoritas ini oleh BI," ungkap Komisaris Utama OCBC NISP Pramukti Surdjaudaja dalam acara halal bihalal IBI-Perbanas di Hotel JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (14/9/2011).

Menurut Pramukti, pemegang saham asal Singapura yang menguasai seluruhnya bank OCBC NISP memperhatikan secara penuh dan seksama mengenai aturan ini. Ia berharap agar tujuan BI jelas untuk apa perlu diatur mengenai pembatasan kepemilikan saham mayoritas ini.

"Ya kita memikirkan itu sekali. Kita memikirkan lebih jauh soal itu," tuturnya.

Pramukti mengusulkan jika adanya pembatasan kepemilikan saham mayoritas diberlakukan tidak kepada seluruh bank. Namun, sambungnya kepada bank-bank yang bisa dibilang 'tidak benar'.

"Lebih baik pengaturan saham ini dilakukan kombinasinya. Kalau bank itu tidak benar ya harus dipecahlah kepemilikan sahamnya. Tetapi jangan untuk bank yang benar dan konsisten mendukung pertumbuhan ekonomi RI," paparnya.

Dihubungi secara terpisah Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad menegaskan bahwa aturan tersebut memang masih dikaji lebih jauh. Entah kapan akan diberlakukan yang jelas BI sudah fokus ingin menerapkan aturan ini.

"Masih dalam kajian," kata Muliaman singkat.

Suku Bunga Penjaminan Tetap 7,25%


Rabu, 14 September 2011 13:21 WIB

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan tingkat suku bunga dana masyarakat di bank umum yang dijamin Pemerintah tetap pada kisaran 7,25 persen untuk periode 15 September-14 Januari 2012, setelah melihat perkembangan ekonomi lokal dan dunia.

Dalam Rapat Dewan Komisioner di Jakarta, Rabu diputuskan tingkat suku bunga penjaminan simpanan rupiah sekarang di bank umum tetap 7,25 persen, suku bunga penjaminan simpanan valas di bank umum tetap 2,75 persen, dan suku bunga penjaminan simpanan di BPR 10,25 persen.

Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani mengatakan penetapan tingkat bunga wajar tersebut didasari beberapa pertimbangan antara lain kondisi perekonomian dalam negeri yang relatif kuat ditandai dengan tingkat inflasi yang relatif rendah, meningkatnya cadangan devisa, dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Selain itu, di tengah memburuknya perekonomian global khususnya di AS dan Eropa, dan untuk tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat dan menjaga stabilitas sistem perbankan, maka LPS tetap mempertahankan tingkat bunga wajar tersebut.

Sesuai ketentuan LPS, apabila tingkat bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga wajar, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin.

Untuk itu, bank wajib memberitahukan nasabah mengenai tingkat bunga wajar yang berlaku dengan menempatkan informasi mengenai tingkat bunga wajar pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.

IMF Usulkan Perangkat Pendeteksi Penumpukan Risiko Bagi Regulator keuangan


Rabu, 14 September 2011 13:14 WIB

Dana Moneter Internasional pada Selasa mengusulkan perangkat-perangkat yang dapat digunakan regulator keuangan guna mendeteksi penumpukan risiko yang dapat menyebabkan krisis keuangan.

Setelah menganalisis 76 krisis di 40 negara, ekonom IMF mengidentifikasi "beberapa ambang batas dan beberapa kerangka waktu pada berbagai indikator kredit dapat memprediksi krisis dengan cukup baik."

Hal tersebut dikatakan Laura Kodres ekonom di departemen moneter dan pasar modal IMF dalam konferensi pers.

IMF merekomendasikan penggunaan "indikator frekuensi tinggi, berbasis pasar" untuk menentukan kapan risiko sistemik akan segera muncul dalam hitungan bulan.

"Masih belum ada seperangkat indikator yang kuat untuk mendeteksi risiko sistemik," tulis IMF dalam salah satu bab laporan setengah tahunan berjudul Global Financial Stability Report (Laporan Stabilitas Keuangan Global) yang diterbitkan Selasa.

Indikator kuat "overheating" di sektor keuangan adalah perubahan lebih dari lima persentase poin dalam rasio kredit terhadap produk domestik bruto dalam satu tahun, disertai dengan harga ekuitas naik 15 persen ke atas, kata IMF.

Dalam situasi itu, probabilitas krisis keuangan dalam dua tahun berikutnya adalah "satu-banding-lima".

Indikator efektif lainnya adalah gabungan informasi kurva imbal hasil (yield), hubungan suku bunga pada obligasi dengan tanggal jatuh tempo yang berbeda, dan selisih LIBOR-OIS, barometer yang diawasi dengan ketat dari risiko dan likuiditas di pasar uang, kata IMF.

LSPP Tetapkan Sertifikasi Profesi Bankir


Rabu, 14 September 2011 11:57 WIB

Ikatan Bankir Indonesia (IBI), Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) menetapkan sertifikasi profesi bankir di bawah Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP).

Penetapan standar kompetensi bagi pegawai bank umum ini langsung berada di bawah tanggung jawab IBI.

Pemberian lisensi telah dilakukan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) kepada LSPP. Maka mulai 1 Oktober 2011 penyelenggaraan sertifikasi menajemen risiko dan bidang-bidang lainnya akan dilaksanakan oleh LSPP.

"Tugas LSPP adalah meningkatkan kompetensi bankir melalui sertifikasi profesi, dan mengembangkan standar dan kompetensi sesuai kebutuhan masyarakat," ungkap Ketua IBI, Zulkifli Zaini dalam konferensi persnya di Hotel JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (14/9/2011).

LSPP dalam melaksanakan sertifikasi bankir nasional mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh BNSP dan berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan mendapatkan persetujuan BI.

"LSPP tidak hanya memberikan sertifikasi manajemen risiko, tapi untuk bidang area lainnya seperti audit internal, treasury, kredit, wealth management, general banking, funding, dan compliance," papar Zulkifli.

Pemberian kewenangan untuk menetapkan standar kompetensi dan sertifikasi bankir kepada IBI menurut Zulkifli dinilai tepat karena peningkatan dan pengembangan kompetensi menjadi tanggung jawab asosiasi profesi perbankan. Peningkatan kompetensi bankir dinilai strategis agar perbankan nasional tidak terlalu defensif dan protektif dalam mengelola bisnis perbankan.

"Dengan adanya LSPP, para bankir nasional yang duduk di komisaris dan direksi bisa tetap didorong untuk tumbuh di tengah-tengah kondisi apapun dengan cara mengelola risiko optimal, bukan menghindari risiko," tutup Zulkifli.

Rapat Dewan Komisioner LPS Tahan Suku Bunga Penjaminan 7,25%


Rabu, 14 September 2011 10:53 WIB

Rapat Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sepakat menahan tingkat suku bunga penjaminan simpanan nasabah di bank umum di level 7,25% untuk periode 15 September-14 Januari 2012, mengikuti BI Rate yang bertahan di 6,75%.

Demikian disampaikan oleh Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani dalam siaran pers, Rabu (14/9/2011).

"Penetapan tingkat bunga wajar tersebut didasari beberapa pertimbangan antara lain kondisi perekonomian dalam negeri yang relatif kuat ditandai dengan tingkat inflasi yang relatif rendah, meningkatnya cadangan devisa, dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," tuturnya.

Kemudian, lanjut Firdaus, di tengah memburuknya perekonomian global khususnya di AS dan Eropa, dan untuk tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat dan menjaga stabilitas sistem perbankan, maka LPS tetap mempertahankan tingkat bunga wajar tersebut.

"Sesuai ketentuan LPS, apabila tingkat bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi tingkat bunga waja, maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin," tegas Firdaus.

Karena itu bank wajib memberitahukan nasabah mengenai tingkat bunga wajar yang berlaku dengan menempatkan informasi mengenai tingkat bunga wajar pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.

Tekanan inflasi yang masih relatif tinggi juga menjadi dasar ditahannya bunga penjaminan simpanan tersebut. Tekanan inflasi masih tinggi karena tren kenaikan harga komoditas internasional dan meningkatnya permintaan barang dan jasa.

Akibat pertimbangan tadi, maka tingkat suku bunga penjaminan simpanan rupiah sekarang di bank umum tetap 7,25%, suku bunga penjaminan simpanan valas di bank umum tetap 2,75%, dan suku bunga penjaminan simpanan di BPR juga bertahan di 10,25%.

Pertumbuhan Kredit Konsumsi Dapat Timbulkan Kerawanan


Rabu, 14 September 2011 08:00 WIB

Bank Indonesia (BI) menilai pesatnya pertumbuhan kredit konsumer perlu diwaspadai. Pertumbuhan kredit konsumsi bisa menimbulkan kerawanan jika terjadi gejolak ekonomi yang menyebabkan nasabah gagal bayar.

"Kredit konsumsi memiliki potensi kerawanan terhadap bank kalau ada shock ekonomi seandainya nasabah gagal bayar," ungkap Juru Bicara BI, Difi Johansyah di Jakarta, Rabu (14/9/2011).

Data BI menyebutkan nilai kredit konsumsi ini mencapai Rp 113 triliun hingga awal Agustus 2011 lalu atau tumbuh 6,2% sepanjang tahun (ytd) dan 23,2% secara year on year (yoy). BI mengungkapkan pertumbuhan ini sudah mendekati ambang batas BI.

Meningkatnya kredit konsumsi ini menurut Difi, dikarenakan masyarakat yang cenderung menyukai kredit yang memang sangat mudah untuk mendapatkannya. Bayangkan saja, tanpa agunan dan dengan persyaratan yang mudah masyarakat sudah bisa mendapatkan kredit konsumsi seperti kredit kendaraan bermotor, kredit perumahan hingga kredit tanpa agunan.

"Demandnya memang tinggi, karena persyaratan yang lebih mudah, bahkan ada yang tidak perlu memakai agunan," terang Difi.

Melihat data BI kembali, saat ini kredit perumahan mencapai Rp 17,9 triliun. Sebanyak 45% di antaranya merupakan kredit rumah di bawah tipe 70 m2 atau masuk kategori rumah sederhana. Adapun kredit kendaraan senilai Rp 12,6 triliun dan kredit multiguna Rp 14,5 triliun.

"Kalau ada shock ekonomi bisa mengkhawatirkan ini," kata Dia.

Analis Bank Danamon Anton Gunawan bahkan secara gamblang menilai Kredit Tanpa Agunan (KTA) di bank asing berisiko menimbulkan penggelembungan (bubble) ketimbang kredit otomotif yang semakin diwaspadai dewasa ini.

Menurutnya, kredit yang memiliki agunan jauh lebih aman, seperti kredit otomotif maupun properti di Indonesia seperti sekarang ini.

"(Kredit) otomotif itu walaupun mungkin berisiko kan bisa di-repo. Lelang jual kembali ada nilainya meski menyusut," katanya.

Ia mengatakan, walapun memang ada risiko, tetapi kredit otomotif belum seheboh apa yang diberitakan selama ini dan kemungkinan bubble masih rendah. Karena, kredit tersebut masih ada nilainya, berbeda dengan KTA.

"Nah, masalahnya NPL timbul di bank asing itu masalah KTA itu yang harus diperhatikan. Untuk bubble otomotif justru masih rendah," ujarnya.

Seperti diketahui, tak hanya perbankan, sejumlah perusahaan pembiayaan kini menawarkan kredit konsumsi yang syaratnya sangat menggiurkan. Untuk kredit konsumsi motor misalnya, dengan uang muka hanya Rp 500 ribu, konsumen sudah bisa membawa pulang motor tanpa dokumen-dokumen yang rumit, cukup KTP dan Kartu Keluarga.

Momentum Tepat Bagi BI Turunkan Suku Bunga Acuan


Rabu, 14 September 2011 07:33 WIB

Ekonom Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Nugroho SBM, menyatakan bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga acuannya (BI rate) karena nilai rupiah terus menguat.

"Tanpa mematok BI rate tinggi, seperti sekarang ini yang mencapai 6,75 persen, rupiah tetap akan menguat. BI setidaknya bisa menurunkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin menjadi 6,25 persen," katanya di Semarang, Selasa.

Krisis finansial yang melanda Eropa dan melambatnya perekonomian Amerika Serikat (AS), menurut Nugroho, menyebabkan modal mengalir deras ke Asia, termasuk ke Indonesia, yang mengalami pertumbunan tinggi bersama China dan India.

Dosen Fakultas Ekonomi Undip itu mengemukakan, pematokan bunga tinggi malah hanya mendorong aliran uang dari luar negeri ditempatkan dalam investasi jangka pendek, seperti di pasar modal dan deposito yang lebih aman, namun menjanjikan keuntungan agak tinggi.

"Di Eropa dan Jepang, misalnya, bunga deposito nyaris nol persen, namun di Indonesia perbankan rata-rata memberi 4-5 persen per tahun. Kalau punya puluhan miliar rupiah, bunganya lebih tinggi lagi," katanya.

Ia mengkhawatirkan aliran dana yang masuk ke Indonesia dibenamkan dalam investasi jangka pendek, seperti di bursa saham atau deposito, padahal negeri ini membutuhkan investasi langsung yang besar untuk menggerakkan sektor riil demi memacu pertumbuhan.

Menurut dia, sektor riil bisa tumbuh cepat bila memiliki dukungan infrastruktur memadai, birokrasi yang efisien, dan tata kelola pemerintahan yang bersih.

"Satu hal lagi, bila bunga kredit rendah sehingga mampu menciptakan daya saing usaha," katanya.

Akan tetapi, kata Nugroho, yang terjadi saat ini Indonesia masih bergumul dengan infrastruktur yang karut-marut, birokrasi belum efisien, dan korupsi yang melanda di berbagai sektor.

"Ketiga hal tersebut sangat membebani daya saing dunia bisnis. Tiga hal tersebut ditambah suku bunga tinggi kian meredupkan daya saing," kata Nugroho.

Ia mengemukakan, bank-bank pemerintah harus menjadi pelopor penurunan suku bunga pinjaman, jika BI menurunkan SBI. Pengalaman selama ini, kata Nugroho, bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) malah enggan menurunkan suku bunga meski BI sudah menurunkan bunga acuan.

"Bank-bank BUMN kan ditarget setor keuntungan ke kas negara. Jadi, sepanjang mereka masih bisa menjual kredit dengan bunga tinggi, mereka tidak selamanya mengikuti penurunan suku bunga BI. Mereka sebagai entitas bisnis juga dituntut meraih keuntungan tinggi," katanya.

Akan tetapi, kata Nugroho, penurunan bunga acuan oleh BI setidaknya akan memaksa perbankan meninjau ulang bunga kredit yang diberlakukan saat ini, yakni sekitar 13 hingga 14 persen per tahun (bunga efektif).

CFO Rabobank : Investor Makin Cemas Dengan Kondisi Yunani


Rabu, 14 September 2011 07:31 WIB

Krisis Yunani memasuki babak baru. Pertanyaan 'apakah Yunani akan bangkrut' itu sudah lewat. Pertanyaannya sekarang adalah kapan.

Hal itu disampaikan Chief Financial Officer (CFO) Rabobank Bert Bruggink dalam wawancara dengan Het Financieele Dagblad seperti dilansir ad.nl, Selasa (13/9/2011).

Bruggink mengemukakan pendapatnya menyusul penurunan deras kurs saham-saham perbankan kemarin.

Menurut Bruggink, inventor semakin cemas bahwa Yunani tidak akan mampu memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya.

"Juga ada kekhawatiran lembaga penilai kredit Moody's akan menurunkan solvabilitas bank-bank besar Prancis," ujar Bruggink.

Bruggink menambahkan bahwa para politisi memegang kunci atas krisis ini.

Sebelumnya bulan lalu CEO Rabobank Piet Moerland mengatakan bahwa para pemimpin 17 negara-negara Zona Euro harus mengambil langkah lebih tegas untuk mengatasi krisis utang Eropa.

BI Mencatat Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotor Mencapai Rp 113 Triliun


Rabu, 14 September 2011 07:30 WIB

Tak punya uang banyak? Atau masih mengontrak rumah? Masalah-masalah tersebut kini tak lagi menjadi kendala bagi masyarakat yang ingin membeli kendaraan roda dua. Sejumlah perusahaan leasing memberikan berbagai kemudahan yang jika tidak diatur bisa membahayakan.

Berbagai kemudahan perusahaan pembiayaan itu sangat gampang ditemui. Dari berbagai spanduk dan brosur yang disebar-sebarkan, terlihat bagaimana mudahnya prosedur untuk membeli sepeda motor.

Kemudahan itu antara lain berupa uang muka alias downpayment (DP) yang sangat murah, hanya Rp 500 ribu dengan dokumen cukup hanya Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Bahkan kemudahan itu kini semakin bertambah karena biarpun rumah mengontrak, perusahaan pembiayaan tetap akan memberikan kredit.

Tawaran menggiurkan ini tentu saja jauh berbeda dengan beberapa tahun silam. Ketika itu, DP motor bisa berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. Dokumen kreditpun cukup rumit karena harus menyertakan slip gaji dan juga rincian usaha, termasuk juga bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumah. Sehingga dipastikan pada masa lalu, masyarakat yang belum memiliki rumah tinggal tetap, sulit membeli motor secara kredit.

Lebih 'seru' lagi, kini bahkan perusahaan pembiayaan hanya bersedia memberikan diskon jika membeli motor secara kredit. Masyarakat yang ingin membeli motor secara tunai, dipastikan tidak mendapatkan diskon, bahkan dokumen-dokumen kelengkapan bisa lebih lama mendapatkannya ketimbang secara kredit.

Tentu saja untung yang diraup perusahaan pembiayaan jika menjual motor secara kredit lebih besar. Mereka bisa meraup untung dengan bunga kredit yang berkisar mulai dari 9% hingga 12%.

Tak heran, perusahaan-perusahaan pembiayaan pun sangat gencar merayu orang untuk membeli kendaraan bermotor. Mereka umumnya memanfaatkan pusat-pusat keramaian untuk membagi-bagi brosur yang isinya cukup menggiurkan.

"Ngontrak tidak masalah! 99,9% aplikasi kredit kami setujui" demikian diantaranya bunyi dari selebaran kredit kendaraan.

Rayuan dan kemudahan itu tentu sangat menggiurkan masyarakat. Tak heran, angka penjualan kendaraan bermotor pun terus meningkat yang diikuti pula dengan kenaikan jumlah kredit konsumtif.

Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), penjualan motor untuk 4 merek unggulan asal Jepang yakni Honda, Yamaha, Suzuki dan Kawasaki selama bulan Agustus mencapai 677.775 unit. Angka itu turun dibandingkan penjualan di bulan Juli yang mencapai angka 737.044 unit.

Sementara berdasarkan data dari BI, kredit konsumsi yang termasuk kredit kendaraan bermotor, kredit perumahan hingga kredit tanpa agunan nilainya sudah mencapai Rp 113 triliun hingga awal Agustus 2011 lalu atau tumbuh 6,2% sepanjang tahun (ytd) dan 23,2% secara year on year (yoy). BI mengungkapkan pertumbuhan ini sudah mendekati ambang batas BI.

IMF Kucurkan US$5,4 Miliar Kepada Portugal


Selasa, 13 September 2011 07:45 WIB

Dana Moneter Internasional, Senin mengatakan, pihaknya segera melepaskan sekitar 3,98 miliar euro (5,4 miliar dolar AS) untuk Portugal, bagian dari penyelamatan tiga tahun dari negara zona euro.

Dewan eksekutif IMF pada Senin menyelesaikan kajian kinerja Portugal di bawah program ekonomi yang didukung oleh darurat pinjaman 27,27 miliar euro yang disetujui Mei, pemberi pinjaman mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Pinjaman IMF ini merupakan bagian dari paket penyelamatan dengan Uni Eropa sebesar untuk 78 miliar euro selama tiga tahun, lapor AFP

Lisbon telah dipaksa untuk mengadopsi langkah-langkah penghematan sulit dalam upaya untuk menstabilkan keuangan publik, dan meredam konsumsi domestik.

Pekan lalu pemerintah mengumumkan ekonomi menyusut 0,9 persen pada kuartal kedua dibandingkan dengan periode yang sama 2010, sementara permintaan domestik turun 5,2 persen pada tahunan.

Pemerintah Portugal memperkirakan resesi 2,2 persen untuk 2011 dan

kontraksi 1,8 persen untuk 2012. Portugal memperkirakan kembali ke pertumbuhan pada 2013.

Portugal, negara zona euro ketiga setelah Yunani dan Irlandia yang menerima paket bailout IMF-Uni Eropa, tidak memperpanjang penghimpunan utang jangka panjang di pasar karena biaya pinjaman terlalu tinggi.

Menteri Keuangan Portugal Vitor Gaspar mengatakan Selasa lalu bahwa Portugal akan kembali ke pasar pada 2013 setelah negara itu melewati "keuangan darurat" ini.

Pada 12 Agustus, IMF, Uni Eropa dan Bank Sentral Eropa memberikan lampu hijau untuk bantuan tahap kedua 11,5 miliar euro sebagai bagian dari rencana bailout utang Portugal, mengutip kemajuan dalam langkah-langkah penghematan negara.

BI: Finalisasi Rencana Redenominasi Rupiah Diharapkan Selesai pada 2013


Senin, 12 September 2011 18:37 WIB

Bank Indonesia (BI) masih melakukan finalisasi rencana redenominasi rupiah. Bank sentral mengungkapkan tahapan pertama yakni sosialisasi baru akan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan DPR.

Demikian diungkapkan oleh Deputi Gubernur BI Ardhayadi Mitroadmodjo di Jakarta, Senin (12/9/2011).

Ardhayadi mengatakan, saat ini kajiannya masih belum dapat diselesaikan. "Kajian masih belum final sepenuhnya," ungkap Ardhayadi.

Menurut Deputi yang menangani bidang Sistem Pembayaran ini, setelah kajian diselesaikan maka nantinya tahapan pertama adalah sosialisasi. Namun tetap menunggu persetujuan DPR.

"Kalau untuk sosialisasi tentunya semua akan dilakukan setelah pemerintah dan parlemen membahas juga untuk mendapatkan persetujuan," tuturnya.

Sebelumnya, Gubernur BI Darmin Nasution berjanji sebelum masa pensiunnya selesai, proses redenominasi rupiah sudah berjalan. Masa jabatan Darmin akan berakhir di 2013.

"Sebelum masa jabatan habis saya ingin membuat BI itu lebih baik. Bank-nya beres, moneter beres termasuk redenominasi," ujar Darmin.

Proses redenominasi saat ini koordinator pelaksanaannya berada di tangan Wakil Presiden. Darmin optimistis, sebelum masa jabatannya berakhir di 2013, proses penyederhanaan mata uang rupiah ini akan berjalan lancar.

"Redenominasi itu koordinatornya Wapres. Nah saya yakin akan dimulai sebelum 2013," katanya.

Darmin mengatakan, periode masa jabatannya memang akan berakhir di 2013 karena hanya meneruskan tugas dari Gubernur BI sebelumnya Boediono.

Setelah habis masa jabatannya Darmin menegaskan tidak akan terjun ke dalam pemerintahan maupun instansi negara.

"Saya capek. Jadi ya sudah mungkin mau menikmati hari bersama anak-anak dan cucu. Cucu saya ada tiga," terang Mantan Dirjen Pajak ini.

Redenominasi merupakan proses penyederhanaan nilai mata uang rupiah. Dalam kajian sebelumnya, redenominasi akan menghilangkan 3 nol dalam nominal rupiah sekarang, namun tidak akan mengurangi nilainya. Misalnya adalah uang Rp 1.000.000 nantinya menjadi Rp 1.000 namun nilainya tidak berkurang.

BI beberapa kali menegaskan, redenominasi bukanlah sanering karena nilai rupiah tidak akan berkurang setelah redenominasi. BI memperkirakan proses redenominasi akan membutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Tahapan pertama yang dilakukan bank sentral yakni sosialisasi yang semula dilaksanakan di tahun ini.

BNI Tutup Kantor Cabang di Ambon Antisipasi Kerusuhan


Senin, 12 September 2011 15:12 WIB

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) menutup kantor cabangnya yang berada di Ambon mulai hari ini sebagai antisipasi terjadinya kerusuhan di wilayah tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan BNI Tribuana Tunggadewi, Senin (12/9/2011).

"BNI telah melaporkan ke Bank Indonesia (BI) dan Bapepam-LK bahwa memang diberitahukan pada 12 September 2011 kantor cabang Ambon dan KLN Waihong tidak beroperasi sehubungan dengan kondisi di Ambon yaitu kerusuhan yang memperngaruhi keamanan dan ketertiban," tutur Tribuana.

Dia mengatakan BNI belum bisa memastikan kapan cabang tersebut akan kembali dibuka. Namun yang pasti, sampai saat ini tidak ada karyawan BNI yang menjadi korban. Karena itu penutupan cabang dilakukan sebagai antisipasi jatuhnya korban.

"Selama cabang BNI tutup, layanan perbankan dapat dilakukan lewat layanan elektronik banking seperti ATM, SMS Banking, dan internet banking," tukasnya.

Direktur IMF Tegaskan Ada Kesalahan Melaporkan Tentang 200 Miliar Euro

Senin, 12 September 2011 00:15 WIB

Direktur IMF Christine Lagarde, menegaskan, bahwa adanya dokumen rancangan IMF yang menunjukan kekurangan modal 200 miliar euro atau US$ 273,2 miliar yang dialami oleh bank-bank Eropa, merupakan hal yang menyesatkan (misleading). Sampai saat ini kreditur masih menyelesaikan studinya.

"Ada kesalahan melaporkan tentang 200 miliar euro, angka itu masih tentatif," kata Lagarde dalam sebuah konferensi pers usai pembicaraan keuangan G7 dan G8 di kota Marseille Prancis seperti dikutip dari Reuters, Minggu (11/9/2011)

"Ini bukan tes stres, bahwa yang dilakukan IMF bukan kebutuhan kapital global, untuk lembaga perbankan Eropa dan kami masih dalam diskusi dengan mitra Eropa untuk menilai metodologi global, hingga kita mencapai draf tentatif. Ini akan dipublikasikan sebelum akhir September," jelas Lagarde.

Sebelumnya, ada laporan IMF memprediksi, bank-bank di Eropa kemungkinan akan mengalami kekurangan modal senilai total 200 miliar euro. Akibat neraca bank-bank Eropa yang mengalami masalah serius, karena imbas krisis utang negara-negara zona euro. IMF dijadwalkan baru akan mempublikasikan hasil analisanya pada pertemuan antara IMF dan Bank Dunia pada akhir September 2011 mendatang.

Masalah ini telah menimbulkan sengketa sengit dengan penguasa zona euro dengan perkiraan sirkulasi menunjukkan kerusakan serius pada neraca bank-bank Eropa dari kepemilikan mereka atas utang zona euro yang bermasalah.

Hasil Perdagangan Ekspor dan Utang Luar Negeri Masuk Keuangan Dalam Negeri

Minggu, 11 September 2011 06:30 WIB

Bank Indonesia (BI) segera mewajibkan hasil perdagangan ekspor dan utang luar negeri masuk dalam sistem keuangan dalam negeri, baik bank perbankan lokal ataupun asing. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang akan terbit di akhir bulan September.

Hal ini diutarakan Kepala Biro Humas BI Difi Johansyah di gedung Thamrin, Jakarta, Jumat (9/9/2011). "Kebijakan ini akan di-lauch akhir bulan. Dengan dasar UU BI pasal 10 dan UU Lalu Lintas Devisa dan Nilai Tukar No. 24 Tahun 1999," jelasnya.

Kewajiban ini didasarkan atas adanya potensi kehilangan (loss) dari hasil ekspor yang tidak masuk sistem keuangan dalam negeri. Selain hasil ekspor, kewajiban penyimpanan valas di sistem keuangan dalam negeri berlaku pada utang dari negara lain.

"Utang luar negeri orang Indonesia juga akan kita wajibkan," tuturnya.

Ada beragam manfaat saat hasil ekspor dan utang asal luar negeri masuk perbankan di Indonesia. Diantaranya dapat memperkuat kondisi likuditas valas di dalam negeri, sehingga tidak tergantung Valas yang berasal dari hot money.

"Karena selama ini hot money yang masuk SNI, SUN dan Saham bisa sewaktu-waktu ada reversal, karena itu uang mereka. Kalau ada krisis, langsung ditarik dan mempengaruhi stabilitas ekonomi makro. Kalau ini kan uang kita sendiri," ucap Difi.

Saat dana ekspor dan utang luar negeri masuk di sistem keuangan Indonesia, maka kekurangan valas yang bersifat struktural akan dapat dicegah.

"Kita perkuat landasan, dari hasil usaha sendiri. Aturan ini merupakan tindak lanjut MoU antara BI, depkeu, dan depdag," tegasnya.

Dengan kewajiban ini juga akan mencerminkan neraca pembayaran Indonesia yang berbasis barang.

"Transaksi capital account betul merupakan gambaran berapa ekspor. yang di-capture klop, dengan aliran ekspor. Ini juga mencegah praktik-praktik under invoice, sehingga mendukung perpajakan dengan peningkatkan kualitas statistik dan monitoring devisa, ekspor impor dan utang luar negeri," tutur Difi

BI Memperketat Pengawasan Gadai Emas Bank Syariah

Jumat, 09 September 2011 14:37 WIB

Bank Indonesia (BI) memperketat pengawasan gadai emas yang dilakukan bank syariah supaya tidak terjadi penggelembungan (bubble). Saat ini, BI sudah sampai pada tahap pengawasan.

Menurut Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Mulya E Siregar, sebelumnya BI sudah memberikan imbauan kepada bank-bank syariah yang marak lakukan gadai emas. Setelah masuk tahap pengawasan, tahap berikutnya yang akan dilakukan BI ada mengeluarkan peraturan.

"Kalau mereka enggak melakukan apa-apa, baru kita buat peraturannya. Ada proses, jangan ujug-ujug buat peraturan, nanti bank syariahnya enggak kreatif kalau semuanya diatur. Pertama diimbau, lalu diawasi, baru diatur," ungkapnya di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (9/9/2011).

Ia mengatakan, kegiatan gadai emas tersebut masuk ke akad qardh yang merupakan pelengkap dari pembiayaan syariah. Bank sentral tak ingin qardh tersebut membesar dan menjadi yang utama daripada kegiatan perbankan syariah.

"Ada batasan dalam portofolio pembiayaan atau qardh dalam rangka gadai. Berapa kali gadai itu dilakukan, LTV (load to value) berapa, atur sendirilah. Jangan enggak ada batasan karena fatwa DSN, qardh itu hanya sebagai akad pelengkap jangan dong jadi dominan," ungkapnya.

Qardh merupakan akad pinjaman kepada nasabah demi tujuan komersial maupun sosial dengan ketentuan dana tersebut wajib dikembalikan kepada lembaga keuangan syariah dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI nomor 79/DSN-MUI/III/2011 menyebutkan, pembiayaan qardh sebagai pelengkap untuk tujuan komersial bisa menggunakan dana nasabah. Adapun akad qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial tidak boleh menggunakan dana nasabah atau harus menggunakan modal.

Hingga akhir Juni 2011 portofolio pinjaman qardh mencapai Rp 7,36 triliun, naik hampir 3 kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,44 triliun. Porsi pembiayaan qardh sekitar 8,9% dari seluruh portofolio pinjaman bank syariah yang mencapai Rp 82,61 triliun.

Suku Bunga Kredit Perbankan Selama Agustus 2011 Rp 2.037 Triliun

Jumat, 09 September 2011 09:24 WIB

Suku bunga kredit perbankan selama Agustus 2011 mengalami kenaikan, dengan kenaikan terbesar terjadi pada suku bunga kredit investasi. Sementara kredit hingga akhir Agustus telah tembus Rp 2.037 triliun.

Berdasarkan data laporan harian bank umum (LHBU) Bank Indonesia, kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) masing-masing naik 17 dan 16 bps, sementara suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) meningkat sebesar 9 bps.

Padahal selama Juli 2011 suku bunga kredit perbankan telah menunjukkan arah penurunan. Sampai dengan Juli 2011, bunga KMK, KI dan KK masing-masing turun sebesar 5, 2 dan 5 bps dibandingkan dengan Juni 2011.

Demikian dikutip dari Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) Bank Indonesia Jumat (8/9/2011).

"Sampai dengan Juli 2011, bunga kredit modal kerja (KMK), kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) masing-masing turun menjadi 12,55%, 12,11% dan 14,32%," jelas BI.

Mengacu pada angka tersebut, maka suku bunga KMK, KI dan KK per Agustus 2011 masing-masing sebesar 15,22%, 12,28 dan 14,48%

Sementara itu, suku bunga deposito 1 bulan relatif stabil pada level 6,86%, meningkat 4 bps dari kondisi Juni 2011.

Pergerakan suku bunga giro rupiah pada Juli 2011 juga relatif stabil dibandingkan dengan Juni 2011 yaitu pada level 2,51%, sementara suku bunga tabungan rupiah pada Juli 2011 turun menjadi 2,68% dari sebelumnya 2,79% pada Juni 2011.

"Dengan perkembangan tersebut, selisih suku bunga kredit terhadap deposito menjadi 6,13%, sedangkan selisih antara suku bunga kredit dengan rata-rata tertimbang suku bunga giro dan tabungan menjadi 10,37%," ungkap BI.

Kredit Tembus Lebih Dari Rp 2.000 Triliun

BI juga mengungkapkan, penyaluran kredit perbankan nasional pada akhir Agustus 2011 mencapai Rp 2.037,41 triliun, atau naik 24,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Penyaluran kredit hingga akhir Agustus 2011 mencapai 24,2% (yoy) yang sebagian besar disalurkan untuk pembiayaan kegiatan perekonomian yang produktif," ungkap BI.

Dengan pertumbuhan tersebut, maka besaran kredit perbankan nasional pada akhir bulan lalu mencapai Rp 2.037,41 triliun, bila dibandingkan dengan Agustus 2010 yang sebesar Rp 1.640,43 triliun.

Meski banyak kredit disalurkan untuk sektor produktif, BI tetap mencermati perkembangan kredit pada beberapa sektor yang cenderung konsumtif.

Proses Penjualan Saham Pemerintah di Bank Mutiara Gagal

Jumat, 09 September 2011 07:18 WIB

Proses penjualan saham Pemerintah di Bank Mutiara yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengalami kegagalan setelah tiga calon investor yang menyatakan minat dalam proses penawaran tersebut dianggap tidak memenuhi syarat.

Pengumuman LPS di Jakarta, Kamis menyebutkan bahwa tiga calon investor tersebut sudah menyampaikan konfirmasi Surat Pernyataan Minat (Conforming Letter of Interest) beserta dokumen-dokumen pendukungnya.

Disebutkan bahwa setelah itu LPS melakukan proses prakualifikasi terhadap ketiga calon investor tersebut berdasarkan dokumen yang disampaikan atas dasar beberapa kriteria yang ditetapkan dan persyaratan lain sesuai ketentuan Bank Indonesia.

Dari hasil penilaian LPS tersebut, disampaikan bahwa tidak ada calon investor yang memenuhi syarat untuk melanjutkan ke tahapan proses penjualan selanjutnya.

Dengan tidak adanya calon investor yang memenuhi syarat, maka sesuai amanat Pasal 42 UU LPS, LPS akan membuka kembali proses penjualan saham PT Bank Mutiara Tbk, pada waktu yang akan ditentukan kemudian.

Proses divestasi saham Pemerintah di bank yang dulu bernama Bank Century ini sebelumnya dimulai pada 8 Juli 2011 saat LPS mengumumkan proses penjualan bank tersebut dibantu PT Danareksa Sekuritas sebagai penasehat keuangan penjualan dan konsultan hukum Assegaf Hamzah & Partner sebagai penasihat hukum transaksi.

Proses penjualan saham PT Bank Mutiara, Tbk dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS (UU LPS).

Melalui pengumuman di media massa pada 8 Juli lalu, LPS telah memberi kesempatan bagi calon investor yang berminat untuk menyampaikan minatnya kepada PT Danareksa Sekuritas paling lambat 18 Juli 2011.

Dari penawaran itu, terdapat sembilan calon investor yang menyatakan minat berpartisipasi dalam proses penjualan saham PT Bank Mutiara, Tbk. LPS melalui PT Danareksa Sekuritas telah menyampaikan Teaser mengenai PT Bank Mutiara, Tbk kepada sembilan calon investor tersebut dan dari sembilan itu hanya tiga calon investor yang menyampaikan surat konfirmasi pernyataan minat.

Berdasarkan UU LPS divestasi Bank Mutiara bisa dilakukan sampai 2013 dengan harga minimal RP6,7 triliun atau setara dengan dana talangan yang dikeluarkan Pemerintah ke Bank Century. Namun jika hingga 2013 divestasi tidak juga berhasil maka bank tersebut bisa dijual dengan harga berapapun.

Cadangan Devisa RI Akhir Agustus 2011 US$124,6 Miliar

Jumat, 09 September 2011 07:17 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa pada akhir Agustus 2011 senilai 124,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS), setara dengan 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah Republik Indonesia (RI).

Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) BI, Difi A. Johansyah, di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa peningkatan cadangan devisa tersebut sejalan dengan membaiknya surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2011.

Namun, Rapat Dewan Gubernur BI yang berlangsung pada Kamis memperkirakan NPI akan mengalami surplus yang lebih rendah dari triwulan sebelumnya.

Impor diperkirakan akan terus terakselerasi seiring dengan kegiatan ekonomi domestik yang meningkat, sehingga tekanan terhadap transaksi berjalan cenderung meningkat.

Meski demikian, hal tersebut masih dapat diimbangi oleh surplus transaksi modal dan finansial, meski sempat mengalami tekanan akibat perkembangan situasi global.

Nilai tukar Rupiah diperkirakan cenderung menguat meski relatif terbatas. Pada Agustus 2011, nilai tukar Rupiah secara rata-rata menguat tipis 0,05 persen ke level Rp8.525 per dolar AS dengan volatilitas yang menurun, meski sempat tertekan oleh faktor sentimen global terkait kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS dan Eropa.

Penguatan rupiah juga masih ditopang oleh fundamental ekonomi domestik yang kuat dan imbal hasil yang menarik.

BI, menurut dia, terus melakukan monitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas rupiah dan valuta asing yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan pasar domestik.

Cadangan Devisa RI Tembus Rekor US$124,6 Miliar Pasca Lebaran

Rabu, 07 September 2011 10:19 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa Indonesia mengalami kenaikan tipis US$ 100 juta selama dua pekan terakhir. Pada 19 Agustus 2011 cadangan devisa Indonesia mencapai US$ 124,5 miliar dan ditutup di akhir Agustus 2011 sebesar US$ 124,6 miliar.

Demikian diungkapkan oleh Deputi Gubernur BI Hartadi Sarwono ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (7/9/2011).

"Per akhir Agustus 2011 cadangan devisa RI sebesar US$ 124,6 miliar," terang Hartadi.

Dengan kenaikan ini, cadangan devisa Indonesia merupakan yang paling tinggi sejak Indonesia merdeka.

Berikut catatan cadangan devisa Indonesia sejak awal Januari 2011 :

* Januari 2011: US$ 95,3 milliar

* Februari 2011: US$ 97 miliar.

* Maret 2011: US$ 105,7 miliar.

* April 2011: US$ 116,5 miliar.

* Mei 2011: US$ 118 miliar.

* Juni 2011: US$ 119,65 miliar.

* Juli 2011: US$ 122,7 miliar

* Agustus 2011 : US$ 124,6 miliar

Hartadi juga mengungkapkan, porsi kepemilikan asing di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) maupun Surat Berharga Negara (SBN) tidak mengalami banyak perubahan.

"Per akhir Agustus 2011 SBI asing sebesar Rp 54,7 triliun atau 31,95% dari total SBI. Dan SBN sebesar Rp 247,4 triliun atau sebesar 34,1% dari total SBN," tuturnya.

Bank Malaysia Menjaga Jarak Dengan Indonesia

Rabu, 07 September 2011 08:53 WIB

Indonesia menjadi target incaran Bank-bank Malaysia. Namun kini, bank-bank asal negeri jiran mulai menjaga jarak dengan Indonesia, sehubungan dengan rencana Bank Indonesia (BI) untuk membatasi kepemilikan mayoritas di bank-bank komersial.

Rencana BI tersebut setidaknya telah membuat bank-bank Malaysia mengurungkan niatnya membeli bank-bank di Indonesia. Mereka diantaranya adalah RHB Capital Bhd (RHB Cap) dan Affin Holdings Bhd. RHB Cap sebelumnya berniat untuk membeli PT Bank Mestika Dharma, sementara Affin hendak membeli PT Bank Ina Perdana.

RHB Cap secara tegas menyatakan menunda rencananya untuk membeli Bank Mestika Dharma berkaitan dengan rencana BI membatasi kepemilikan mayoritas, kendati aturan tersebut hingga kini belum jelas.

"Terlalu awal bagi kami untuk berkomentar lebih lanjut pada tahap ini karena belum ada kejelasan tentang aturan baru yang akan keluar. Kami terus memonitor dengan dekat perkembangannya," demikian pernyataan dari RHB Cap seperti dikutip dari The Star, Rabu (7/9/2011).

Keputusan RHB Cap untuk menunda pembelian Bank Mestika itu muncul setelah mencuatnya kabar BI akan membatasi kepemilikan tunggal mayoritas tidak lebih dari 50%. Padahal sebelumnya RHB Cap mengumumkan rencananya untuk membeli 80% saham Bank Mestika senilai 1,16 miliar ringgit.

Jika memang akhirnya RHB Cap membatalkan rencananya membeli Bank Mestika, maka akan menjadi bank Malaysia kedua yang membatalkan pembelian bank di Indonesia. Affin Holdings Bhd pada bulan lalu telah mengumumkan rencananya menunda akuisisi Bank Ina Perdana, merespons rencana BI tersebut.

Padahal Indonesia sebelumnya telah menjadi target atraktif dari bank-bank Malaysia karena pertumbuhan penduduknya yang cepat, tingkat pertumbuhan ekonominya yang stabil. Jika memang BI mewujudkan rencananya, analis memperkirakan bank-bank Malaysia akan mencari tempat lain untuk pertumbuhannya.

Saat ini sejumlah bank-bank Malaysia menguasai bank di Indonesia, seperti Malayan Banking Bhd yang menguasai 95% saham PT Bank Internasional Indonesia (BII) dan CIMB Group Holdings Bhd yang menguasai 96% saham PT Bank CIMB Niaga Tbk. Operasional di Indonesia juga memberikan kontribusi yang cukup besar, seperti CIMB Grup yang mendapatkan 'setoran' laba terbesar dari CIMN Niaga.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan tengah mengkaji untuk melakukan pembatasan kepemilikan saham mayoritas di sebuah bank. Walaupun masih dikaji, nantinya arah BI yakni kepemilikan mayoritas oleh sebuah instansi, keluarga, maupun perorangan nantinya tidak akan ada lagi.

"Hal ini benar-benar untuk Good Corporate Governance," jelas Darmin beberapa waktu lalu.

Namun BI tetap akan memberikan izin bagi bank-bank asing yang akan melakukan akuisisi pada tahun ini. BI menegaskan tidak akan melarang akuisisi bank-bank lokal oleh asing hingga tahun ini berakhir.

Powered by Blogger