BI : Kiriman Uang Dari TKI Mencapai US$ 5,05 Miliar

Selasa, 01 November 2011 09:00 WIB

(Vibiznews-Banking), Kiriman uang dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke tanah air mencapai US$ 5,05 miliar atau sekitar Rp 43 triliun selama triwulan III-2011. TKI dari kawasan Asia tercatat mengirimkan uang terbesar.

"TKI asal Asia pasifik mengirimkan uangnya ke Indonesia mencapai US$ 2,91 miliar. Terbesar dibandingkan kawasan lain," ujar Juru Bicara Bank Indonesia (BI) Difi Johansyah di Jakarta, Selasa (1/11/2011)

Berdasarkan catatan dari BI, TKI asal Malaysia menyumbang US$ 1,7 miliar untuk total remitansi di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan dari kawasan Timur Tengah dan Afrika, kiriman uang tau remitansi dari TKI mencapai US$ 2,01 miliar.

"Dimana TKI asal Arab Saudi yang menjadi penyumbang terbanyak di kawasan tersebut dimana mencapai US$ 1,68 miliar," tutur Difi.

Sementara itu untuk kawasan Amerika dan Eropa serta Australia masing-masing TKI mengirimkan uang sebesar US$ 95,4 dan US$ 16,94.

"Total jasa remitansi hingga Triwulan III-2011 dari seluruh TKI mencapai US$ 5,051 miliar," paparnya.

398.150 TKI Tersebar Di Dunia

BI juga mencatat TKI yang bekerja di luar negeri hingga triwulan III-2011 tercatat sebanyak 398.150. TKI terbanyak dari kawasan Asia Pasifik yang mencapai 218.237 orang.

"Namun TKI terbanyak berasal dari Arab Saudi, dimana mencapai 118.845 orang. Disusul Malaysia yang mencapai 86.403 orang," ungkap Difi.

TKI dari Taiwan, sambung Difi menempati urutan ketiga terbanyak dimana mencapai 54.689 orang. Selain itu TKI dari bagian Amerika dan Eropa serta Australia masing-masing tercatat 7.839 orang dan 2.786 orang.

"TKI pada triwulan III di 2011 ini jauh lebih sedikit dibandingkan pada triwulan III 2010 dimana mencapai 438.160 orang padahal di 2011 hanya 398.150 orang," kata Difi.

Lihat Analisis Vibiz Research

BI Rencana Adakan Pertemuan Khusus Bahas NPG

Minggu, 30 Oktober 2011 22:45 WIB

(Vibiznews-Banking) Bank Indonesia (BI) berencana mengadakan pertemuan khusus dengan sejumlah perusahaan penyedia jasa jaringan Automated Teller Machine (ATM) untuk merumuskan konsep National Payment Gateway (NPG). Pertemuan tersebut bertujuan untuk membentuk satu jaringan ATM khusus berskema nasional.

Deputi Gubernur BI Ardhayadi Mitroatmodjo mengatakan dalam pertemuan tersebut, bank sentral akan mengundang sejumlah perusahaan switching ATM seperti PT Rintis Sejahtera, PT Artajasa Pembayaran Elektronis dan PT Daya Network Lestari.

"Kami akan berdiskusi bersama pada Senin 31 Oktober 2011 yang membahas mengenai pembentukan satu switching nasional guna meningkatkan efisiensi pembayaran dari perbankan," ujar Ardhayadi di Jakarta, Minggu (30/10/2011)

Ia menjelaskan, dalam pembahasan NPG tersebut bank sentral belum menentukan model sistem switching nasional beserta kepemilikan perusahaan tersebut. Namun, bank sentral akan mendorong terciptanya interkoneksi antar bank secara luas dalam pertemuan tersebut.

"Satu sistem switching nasional itu sebenarnya mudah karena teknologinya sudah ada saat ini. Jadi switching nasional tersebut nantinya akan menghubungkan dengan semua perusahaan switching sehingga satu bank bisa terkoneksi dengan seluruh bank," kata Ardhayadi.

Ardhayadi menambahkan saat ini bank sentral masih memproses izin pembentukan perusahaan switching nasional yang dimotori oleh Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara). "Saat ini kami sedang pelajari terutama dari sisi legalnya," ujarnya.

NPG merupakan sistem penghubung antar seluruh jaringan pembayaran di Indonesia. NPG juga akan menjadi gerbang pembayaran dengan lembaga keuangan di luar negeri. Saat ini bank sentral masih merumuskan model NPG yang akan rencananya akan mulai diimplementasikan secara nasional pada 2013 mendatang.


Lihat Analisis Vibiz Research

Masa Depan BPJS Masih Menunggu Keputusan Pansus

Minggu, 30 Oktober 2011 22:15 WIB

(Vibiznews-Banking) Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak hadir dalam Rapat Paripurna terkait Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) karena belum ada keputusan di tingkat Pansus BPJS DPR.

Dalam sidang paripurna DPR di akhir masa sidang kali ini, pada pukul 14.00 WIB tadi diagendakan Pembicaraan tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun, rapat tersebut baru dimulai pada pukul 15.00 WIB tanpa dihadiri wakil dari pemerintah satu pun.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo yang selama ini merupakan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU BPJS pun tidak terlihat hadir dalam rapat tersebut. Hal ini menjadi pertanyaan anggota sidang.

Pramono Anung selaku pimpinan sidang pun menjelaskan ketidakhadiran Agus Marto. Menurutnya, Agus Marto akan hadir dalam pembicaraan tingkat II. Namun, untuk pembahasan RUU BPJS ini belum memiliki keputusan di tingkat I, yaitu tingkat Pansus BPJS.

"Pak Menteri Keuangan nanti akan hadir pada saatnya. Pengambilan keputusan di tingkat 1 belum kita putuskan," ujarnya menenangkan sidang.

Alhasil, rapat tersebut berubah agenda yaitu pengambilan keputusan di tingkat DPR terkait waktu pelaksanaan baik BPJS I maupun BPJS II. Rapat pun ditunda selama 1 jam untuk forum lobi antar pimpinan fraksi guna mengambil keputusan.

Sebelumnya, ada tiga hal krusial terakhir yang telah disepakati antara lain mengenai dewan pengawas dan dewan direksi, penetapan modal awal BPJS, serta mengenai transformasi kecuali awal pelaksanaan BPJS II.

Untuk penetapan modal awal BPJS telah disepakati kalau modal awal BPJS I dan BPJS II masing-masing sebesar-besarnya (maksimal) adalah Rp 2 triliun.


Kemudian untuk dewan pengawas dan dewan direksi telah disepakati kalau jumlah dewan direksi berjumlah 5 orang yang berasal dari unsur profesional, dan 7 orang untuk anggota dewan pengawas.

Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur pekerja (2 orang), pemberi kerja (2 orang), unsur pemerintah (2 orang), dan unsur masyarakat (1 orang). Untuk yang berasal dari unsur pemerintah akan dipilih langsung oleh presiden, sedangkan sisanya harus melalui fit and proper test ke DPR. Lamanya proses dari pemilihan hingga penetapan anggota dewan pengawas dan dewan direksi adalah sekitar 3,5 bulan.

Sementara itu, untuk transformasi BPJS disepakati kalau BPJS I diselenggarakan oleh PT Askes akan menjalankan program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian.

Sedangkan BPJS II yang diselenggarakan oleh Jamsostek akan menjalankan program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun. Sudah ditetapkan kalau BPJS I akan beroperasi pada 1 Januari 2014. Namun yang menjadi permasalahan adalah belum disepakatinya waktu pengoperasian BPJS II.


Lihat Analisis Vibiz Research

Pembukaan Izin Baru Bank Akan Diatur Oleh OJK

Jumat, 28 Oktober 2011 08:00 WIB

(Vibiznews-Banking) Dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ternyata tidak hanya mengawasi bank saja. Dari pembukaan izin baru hingga pengaturan bank seluruhnya dipegang lembaga tersebut.

"Memang tidak hanya pengawasan tetapi juga pengaturan dan perizinan," kata Ketua Panitia Khusus RUU OJK Nusron Wahid di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/10/2011).

Dalam UU OJK yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan OJK mempunyai beberapa wewenang.

"Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger konsolidasi dan akuisisi bank serta pencabutan izin usaha bank merupakan wewenang OJK," demikian bunyi pasal 7 UU OJK.

Pengaturan tersebut juga meliputi tingkat kesehatan bank seperti likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sampai pencadangan bank.

"Pengaturan dan pengawasan bank mengenai aspek kehati-hatian juga meliputi manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang juga," tulis UU tersebut.

Padahal, niat awal dibentuknya OJK hanya mengacu kepada sektor pengawasan perbankan yang dilepas dari BI. Dengan ini wewenang BI kepada perbankan seluruhnya hilang dan berpindah ke OJK kecuali terkait lender of last resort dalam memberikan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP).

Lihat Analisis Vibiz Research

Perbankan Siap Menjalankan Kebijakan Lalu Lintas Devisa

Kamis, 27 Oktober 2011 01:00 WIB

(Vibiznews-Banking), Kalangan perbankan menyatakan siap menjalankan kebijakan lalu lintas devisa terkait dengan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa penarikan utang luar negeri (DULN).

"Tidak ada masalah dengan perbankan. Bahkan kebijakan ini disambut antusias dari bank karena akan ada benefit yang bisa diterima," kata Deputi Kepala Bagian Direktorat Internasional Bank Indonesia, Heri Ispriyahadi, di Semarang, Selasa.

Heri mengaku justru banyak bank devisa yang beberapa kali menanyakan mengenai kebijakan lalu lintas devisa terkait dengan DHE dan DULN.

Bank devisa adalah bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia termasuk kantor cabang bank asing yang ada di Indonesia akan memiliki hak sama menerima DHE dan DULN.

Apalagi potensinya dana yang masuk nantinya besar sehungga akan memberikan dampak untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yakni terciptanya pasar keuangan yang lebih sehat.

Penerapan kebijakan lalu lintas devisa yang masuk ke dalam negeri diharapkan akan menjadi sumber dana bagi pembiayaan berbagai aktivitas ekonomi dan peningkatan kegiatan usaha perbankan nasional.

Selain itu, kebijakan ini juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas statistik ekspor, impor, utang luar negeri, neraca pembayaran (balance of payment) dan monitoring devisa sehingga mendukung kebijakan moneter maupun kebijakan perpajakan dan kepabeanan.

Kebijakan ini mulai berlaku pada 2 Januari 2012, sehingga semua DHE wajib diterima bank domestik paling lambat tiga bulan setelah tanggal ekspor sesuai di dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Untuk 2012 atau selama masa transisi, DHE paling lambat diterima enam bulan setelah tanggal PEB. Bagi eksportir yang sudah memperjanjikan penerimaan DHE tidak melalui bank domestik, diberikan masa transisi satu tahun hingga 31 Desember 2012.

Sementara itu, DULN yang wajib ditarik melalui bank devisa di Indonesia adalah devisa utang luar negeri yang ditarik secara cash/tunai, berupa non revolving loan agreement dan surat-surat berharga utang (debt securities).

Penarikan DULN yang berasal dari perjanjian ULN yang ditandatangani sebelum berlakunya kebijakan ini tidak wajib dilakukan melalui bank devisa di domestik.

Lihat Analisis Vibiz Research

Pemerintah Diskusi Dengan BI dan Bapepam Mengenai OJK

Kamis, 27 Oktober 2011 00:45 WIB

(Vibiznews-Banking), Pemerintah melalui Kementerian Keuangan siap untuk berdiskusi dengan pegawai Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam LK) yang resah dan khawatir akan nasibnya jika dipindahkan ke lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/10/2011).

"Wajar itu kalau seandainya di institusi unsur SDM itu ingin memperoleh kepastian, itu juga terjadi di Bapepam maupun BI di bidang pengawasan. Hal itu akan kita kelola dengan sebaik-baiknya," kata Agus Marto.

Dia mengatakan, pemerintah siap untuk berdiskusi dengan semua pihak soal pembentukan OJK dan dampaknya nanti.

Mengenai kekhawatiran pihak perbankan akan adanya iuran tambahan ke OJK, Agus Marto mengatakan pelaku industri keuangan harus memberikan kontribusi kepada OJK, meskipun pada tahap awal pembentukan OJK dibiayai pemerintah lewat APBN.

"OJK tahap awal kan didukung oleh APBN. Secara bertahap dan pasti nanti pelaku pasar harus memberikan kontribusi. Harus itu," tukas Agus.

Dalam RUU OJK yang akan disahkan besok dikatakan mulai awal 2013 Bapepam LK harus dilebur menjadi OJK.

Lihat Analisis Vibiz Research

Perbankan Siap Jalankan Kebijakan Lalu Lintas Devisa

Rabu, 26 Oktober 2011 09:00 WIB

(Vibiznews-Banking) Kalangan perbankan menyatakan siap menjalankan kebijakan lalu lintas devisa terkait dengan penerimaan devisa hasil ekspor (DHE) dan devisa penarikan utang luar negeri (DULN).

"Tidak ada masalah dengan perbankan. Bahkan kebijakan ini disambut antusias dari bank karena akan ada benefit yang bisa diterima," kata Deputi Kepala Bagian Direktorat Internasional Bank Indonesia, Heri Ispriyahadi, di Semarang, Selasa kemarin.

Heri mengaku justru banyak bank devisa yang beberapa kali menanyakan mengenai kebijakan lalu lintas devisa terkait dengan DHE dan DULN.

Bank devisa adalah bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia termasuk kantor cabang bank asing yang ada di Indonesia akan memiliki hak sama menerima DHE dan DULN.

Apalagi potensinya dana yang masuk nantinya besar sehungga akan memberikan dampak untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yakni terciptanya pasar keuangan yang lebih sehat.

Penerapan kebijakan lalu lintas devisa yang masuk ke dalam negeri diharapkan akan menjadi sumber dana bagi pembiayaan berbagai aktivitas ekonomi dan peningkatan kegiatan usaha perbankan nasional.

Selain itu, kebijakan ini juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas statistik ekspor, impor, utang luar negeri, neraca pembayaran (balance of payment) dan monitoring devisa sehingga mendukung kebijakan moneter maupun kebijakan perpajakan dan kepabeanan.

Kebijakan ini mulai berlaku pada 2 Januari 2012, sehingga semua DHE wajib diterima bank domestik paling lambat tiga bulan setelah tanggal ekspor sesuai di dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

Untuk 2012 atau selama masa transisi, DHE paling lambat diterima enam bulan setelah tanggal PEB. Bagi eksportir yang sudah memperjanjikan penerimaan DHE tidak melalui bank domestik, diberikan masa transisi satu tahun hingga 31 Desember 2012.

Sementara itu, DULN yang wajib ditarik melalui bank devisa di Indonesia adalah devisa utang luar negeri yang ditarik secara cash/tunai, berupa non revolving loan agreement dan surat-surat berharga utang (debt securities).

Penarikan DULN yang berasal dari perjanjian ULN yang ditandatangani sebelum berlakunya kebijakan ini tidak wajib dilakukan melalui bank devisa di domestik.

Lihat Analisis Vibiz Research

Rekapitalisasi Perbankan Prancis Perlukan Dana Sebesar 10 Miliar Euro

Rabu, 26 Oktober 2011 08:30 WIB

(Vibiznews-Banking) Perdana Menteri Prancis Francois Fillon, Selasa mengatakan, bahwa bank-bank Prancis harus menaikkan modal mereka dengan sekitar 10 miliar euro (14 miliar dolar AS) untuk menangani krisis utang tetapi tidak akan membutuhkan uang publik.

"Rekapitalisasi bank akan dilakukan secara teratur, untuk semua bank-bank Eropa yang membutuhkannya," kata Fillon anggota parlemen di Majelis Nasional Prancis, lapor AFP.

"Berbicara Prancis, itu (rekapitalisasi) akan membutuhkan 10 miliar euro, dengan kata lain di bawah keuntungan mereka, yang berarti bahwa (bank Prancis) dapat melakukan rekapitalisasi tanpa perlu meminta bantuan publik."

Dia mengatakan, kesepakatan tentang rekapitalisasi telah dicapai pada pertemuan puncak para pemimpin Eropa pada Minggu.

Pernyataan itu disampaikan menyusul kesulitan Eropa pada Selasa untuk sebuah solusi krisis utangnya, karena pembicaraan intensif untuk melindungi bank-bank Italia dan tekanan bank-bank untuk mengambil kerugian pada utang Yunani pada pertemuan puncak yang menentukan.

Fillon mengecam beberapa "komentator dan politisi" yang katanya sedang mencoba "untuk terus-menerus meletakkan negara kita dengan mengabaikan ... peran pemerintah dalam memerangi krisis ini.

"Jika kita mencapai kesepakatan (selama pertemuan puncak/KTT Uni Eropa) Rabu, presiden akan dapat memulai siklus yang sangat penting untuk pertumbuhan global di pertemuan puncak G20, pusat koordinasi kebijakan ekonomi dari kekuatan-kekuatan besar," kata dia.

Presiden Prancis Nicolas Sarkozy menjadi tuan rumah para pemimpin dari blok ekonomi terkemuka G20 di Cannes pada 3 dan 4 November.

Lihat Analisis Vibiz Research

Wewenang Pengawasan dan Pengaturan Perbankan BI Mulai Dialihkan ke OJK

Selasa, 25 Oktober 2011 09:05 WIB
(Vibiznews-Banking), Wewenang pengawasan dan pengaturan perbankan yang selama ini dikuasai Bank Indonesia, pada awal 2013 harus sudah dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang UUnya segera disetujui DPR RI pada pekan ini.

"Untuk kesehatan perbankan dan sebagainya sudah bukan wewenang BI lagi, jadi untuk posisi Deputi Gubernur atau posisi pengawasan perbankan sudah tidak diperkenankan lagi di BI, sama sekali mulai tanggal 1 Januari 2013 itu BI sudah dipotong fungsi pengawasan perbankannya," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis di Jakarta, Senin.

Menurutnya, OJK sejak 1 Januari 2013 akan mulai beroperasi mengawasi lembaga keuangan perbankan dan non perbankan yang beroperasi di Indonesia yang selama ini diawasi oleh Bapepam dan Bank Indonesia.

"Pengawasan perbankan sudah harus bergabung 1 Januari 2013, meski ada waktu transisi sampai awal 2014," anggota Fraksi Partai Golkar ini.

Menurut Harry, BI tidak bisa menolak atau menentang keputusan yang akan ditetapkan dalam undang-undang ini, karena memiliki kekuatan hukum yang tinggi.

Namun, meski wewenang BI untuk mengawasi perbankan sudah dialihkan, lanjut Harry dalam UU OJK diatur pemberian kesempatan kepada BI untuk melakukan pengawasan langsung kepada perbankan jika bank itu ditengarai bisa mengganggu kebijakan moneter yang menjadi wewenang BI.

"BI bisa melapor ke OJK untuk memeriksa bank itu, namun sifatnya sementara," katanya.

Dijelaskannya, usai UU ini ditandatangani Presiden sekitar Nopember mendatang, maka Presiden wajib memilik sembilan nama untuk menjadi anggota Panitia Seleksi untuk memilih 7 anggota Dewan Komisioner OJK.

"Pansel akan mengusulkan 21 orang, ke presiden lalu presiden akan memilik minimal 14 orang untuk dipilih menjadi 7 orang anggota Dewan Komisioner yang akan ditambah perwakilan dari BI dan Kemenkeu menjadi 9 orang," katanya.

Harry memperkirakan, Pansel akan bekerja mulai pertengahan 2012, sehingga operasional OJK bisa mulai berjalan awal 2013, termasuk pemindahan pegawai dari Bapepam dan BI.

Sementara itu, Gubernur BI Darmin Nasution yang dimintai tanggapannya mengenai hal ini mengatakan belum mengetahui isi undang-undang tersebut.

"Saya tidak tau, saya belum baca," katanya.

Lihat Analisis Vibiz Research

BTN Raup Laba Bersih Rp 707,38 Miliar Hingga Triwulan III 2011

Selasa, 25 Oktober 2011 08:50 WIB

(Vibiznews-Banking), PT Bank Tabungan Negara Tnk (BTN) berhasil meraih laba bersih Rp 707,38 miliar hingga triwulan III-2011. atau naik 4,35% dari periode yang sama tahun lalu, Rp 677,89 miliar. Laba per saham pun juga ikut naik tipis dari Rp 78 per lembar menjadi Rp 80 per lembar.

Peningkatan laba ditopang oleh pendapatan bunga bersih, pendapatan non bunga, biaya overhead dan pajak. Pendapatan bunga bersih BTN mencapai Rp 2,65 triliun, naik Rp 200,3 miliar dari periode sebelumnya Rp 2,45 triliun.

Kredit perseroan meningkat 20,24% dari Rp 49,32 triliun di September 2010 menjadi Rp 59,31 triliun di September 2011. Sedangkan total aset bank plat merah ini hingga akhir September mencapai Rp 76,048 triliun, naik 19.45% dari periode sebelumnya Rp 63,66 triliun.

Pendanaan perseroan di triwulan III-2011 tercatat Rp 52,83 triliun, naik dari sebelumnya Rp 43,03 triliun. Rasio Kecukupan Modal (CAR) masih nyaman pada level 15,44%.

Untuk Net Performing Loan (NPL) net sampai 30 September tercatat 3,46% turun tipis dari periode yang sama tahun lalu 3.47%. Return on Asset (ROA) dan Return of Equity (ROE) masing-masin berada di level 1,77% dan 15,03%.

Khusus Net Interest Margin (NIM) di posisi 5,49% turun dari tahun lalu 6%. Dan Loan to Deposit Ratio (LDR) serta Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berada di angka 112,27% dan 85,05%.

Terakhir, Suku Bunga Dasar Kredit (Prime Lending Rate) sampai 30 September, di kredit korporasi 11,09%, kredit ritel 11,21%. Sedangkan KPR di kisaran 11,69% dan kredit konsumsi non KPR 11,98%.

Lihat Analisis Vibiz Research

BI Siap Merilis Tiga Aturan Baru Industri Perbankan

Selasa, 25 Oktober 2011 08:46 WIB

(Vibiznews-Banking), Bank Indonesia (BI) siap merilis 3 aturan bagi industri perbankan yang merupakan tindak lanjut setelah mencuatnya berbagai kasus pembobolan bank dan kartu kredit, termasuk di Citibank beberapa waktu lalu.

Ketiga peraturan tersebut berisi mengenai Pedoman Penggunaan Jasa Pihak ketiga yakni PBI Alih daya, Pedoman dan Ketentuan Nasabah Prima serta Pedoman Anti Fraud atau PBI Anti Fraud Perbankan.

"Sudah selesai di legal drafting, hanya tinggal diumumkan saja dalam waktu dekat," ungkap Deputi Gubernur BI Muliaman Hadad ketika ditemui detikFinance di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin Malam (24/10/2011).

Ketiga aturan tersebut adalah, pertama, aturan mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) alih daya atau Outsourcing. PBI Outsourcing ini memberikan pedoman penggunaan jasa pihak ketiga atau alih daya, yang mengizinkan penggunaan jasa pihak ketiga namun dengan berbagai ketentuan.

"Yang paling penting jasa pihak ketiga tersebut nantinya membawa nama bank dan dengan sepengetahuan bank memberikan persyaratan dan segala macamnya. Bank bertanggung jawab penuh jika terjadi pelanggaran dari jasa pihak ketiga tersebut," papar Muliaman.

"Istilahnya yakni tanggung renteng dimana bank diminta tanggung jawabnya," imbuh Muliaman.

Aturan kedua adalah mengenai nasabah prima yang memperoleh perlakuan khusus dari bank.

"Nasabah prima itu perlu kepastian hukum. Dan juga ada aspek prudensialnya yang harus dipenuhi bank dalam melayani dan memberikan fasilitas kepada nasabah primanya," tutur Muliaman.

Aturan ketiga, pedoman mengenai anti fraud perbankan. "Masing-masing bank harus punya, anti fraud yang memang merupakan manajemen risiko," kata Muliaman.

Ia menjelaskan, nantinya akan ada Standard Operating Procedure (SOP) yang lebih spesifik bagaimana fraud itu ditangani. Serta sistem pengendaliannya diterapkan ke bank itu mulai dari identifikasi, deteksi, sampai memonitoringnya.

"Kita minta kepada bank agar masing-masing punya pedoman internal. SOP-nya kita ingin masing-masing punya itu," jelas Muliaman.

Dijelaskan Muliaman, ketiga aturan tersebut segera dirilis namun memiliki masa transisi. Menurutnya di 2012 baru berlaku dan wajib dipatuhi oleh seluruh bank.

BI memang sebelumnya menyatakan tengah 'berbenah' merumuskan aturan baru terkait kasus Mantan Relationship Officer Citibank, Malinda Dee yang berhasil membobol dana nasabah. Serta dan penagihan tunggakan perbankan secara tidak bertanggungjawab terhadap nasabah kartu kredit Citibank Irzen Octa.

Lihat Analisis Vibiz Research

DPR : Budi Mulya Seharusnya Tidak Digaji

Selasa, 25 Oktober 2011 08:43 WIB

(Vibiznews-Banking), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya seharusnya tidak mendapatkan gaji karena sudah tidak aktif bekerja. DPR memandang sungguh sangat tidak adil ketika Dewan Gubernur lain yang dibebankan tugas banyak namun Budi Mulya masih mendapatkan gaji buta.

"Harusnya dilarang Budi Mulya mendapat gaji. Itu sama saja makan gaji buta tidak benar itu," kata Wakil Ketua Komisi XI, Achsanul Qasasi kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Menurut Achsanul, Budi Mulya kini tidak dibebankan tugas apapun. Oleh karena itu, sambung Achsanul, Budi Mulya tidak layak digaji oleh BI.

"Justru Budi Mulya itu harus fokus sama kasusnya hingga selesai dan jika sudah bergabung dengan BI baru digaji kembali," tuturnya.

Ditambahkan Achsanul, DPR melalui Komisi XI akan segera menindaklanjuti hal ini dan meminta keterangan BI apa memang Budi Mulya layak atau tidak mendapatkan gaji.

"Kita segera tanyakan ke Dewan Gubernur BI," tegasnya.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya yang telah non aktif ternyata masih mendapatkan gaji dari bank sentral. Padahal ketika minta non-aktif, Budi Mulya memberikan alasan yang 'tidak jelas'.

"Masih (mendapatkan gaji) karena yang bersangkutan statusnya masih Dewan Gubernur," kata Juru Bicara Difi Johansyah ketika dikonfirmasi detikFinance di Jakarta, Selasa (25/10/2011).

Seperti diketahui, Budi Mulya diketahui telah melanggar kode etik Bank Indonesia terkait kasus utang ke mantan pemilik bank Century, Robert Tantular sebesar Rp 1 miliar. BI selanjutnya menon-aktifkan Budi Mulya.


Lihat Analisis Vibiz Research

Deputi Gubernur BI Non Aktif Masih Dapatkan Gaji

Selasa, 25 Oktober 2011 08:41 WIB

(Vibiznews-Banking), Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya yang telah non aktif ternyata masih mendapatkan gaji. Padahal ketika meminta non-aktif, Budi Mulya memberikan alasan yang 'tidak jelas'.

"Masih (mendapatkan gaji) karena yang bersangkutan statusnya masih Dewan Gubernur," kata Juru Bicara Difi Johansyah ketika dikonfirmasi detikFinance di Jakarta, Selasa (24/10/2011).

Dewan Gubernur BI memang telah menerima permohonan non-aktif dari Deputi Gubernur Budi Mulya melalui surat tanggal 15 Oktober 2011. Rapat Dewan Gubernur tanggal 20 Oktober 2011 telah memutuskan untuk menyetujui permohonan tersebut.

Namun tidak jelas apa yang menjadi alasan Budi Mulya untuk non aktif. Dewan Gubernur hanya menyatakan karena alasan pribadi.

"Permohonan non-aktif diajukan oleh Budi Mulya dengan alasan pribadi," ungkap BI seperti terpampang dalam website Bank Indonesia, pekan lalu.

Status non-aktif tersebut berlaku paling lama 6 bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan dan dapat diperpanjang oleh Dewan Gubernur paling lama 6 bulan. Pengaktifan kembali Budi Mulya sebagai Deputi Gubernur akan diputuskan oleh Rapat Dewan Gubernur.

Seperti diketahui, Budi Mulya diketahui telah melanggar kode etik Bank Indonesia terkait kasus utang ke Robert Tantular sebesar Rp 1 miliar. Namun Budi Mulya belum bisa dinonaktifkan karena belum ada keputusan pengadilan yang tetap.

Lihat Analisis Vibiz Research

CIMB Niaga Bukukan Laba Bersih Rp 2,338 Triliun

Senin, 24 Oktober 2011 10:15 WIB
(Vibiznews-Banking), PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) membukukan laba bersih sebesar Rp 2,338 triliun di triwulan III-2011, tumbuh 34,67% dibandingkan perolehan laba tahun pada periode yang sama Rp 1,736 triliun.

Seperti dikutip dari prospektus ringkas perseroan, Senin (24/10/2011), pendapatan bunga bersih perseroan juga naik dari Rp 5,333 triliun di sembilan bulan pertama tahun lalu menjadi Rp 5,687 triliun tahun ini.

Emiten berkode BNGA itu berhasil menekan beban operasional sehingga labanya bisa naik signfikan. Beban operasional perseroan tercatat sebanyak Rp 4,594 triliun di triwulan III-2011, dari sebelumnya Rp 4,445 triliun. Rasio beban terhadap pendapatan bunga bersihnya jauh lebih kecil.

Mengecilnya rasio beban itu membuat laba operasional bank swasta itu naik menjadi Rp 3,023 triliun, dari sebelumnya Rp 2,246 triliun di sembilan bulan pertama tahun lalu.

CIMB Niaga telah menyalurkan kredit sebanyak Rp 117,27 triliun di triwulan III-2011, lebih tinggi jika dibandingkan penyaluran kredit periode yang sama tahun lalu Rp 94 triliun.

Pada perdagangan hari ini, hingga pukul 10.00 waktu JATS, harga saham BNGA naik 40 poin (+3,38%) ke level Rp 1.220 per lembar. Sebanyak 69 lot sahamnya diperdagangkan 16 kali senilai Rp 42,175 juta.


Lihat Analisis Vibiz Research

BI Pontianak Wajibkan Seluruh Perbankan di Kalbar Gunakan Standar PIN

Senin, 24 Oktober 2011 08:24 WIB

(Vibiznews-Banking), Bank Indonesia Pontianak mewajibkan seluruh perbankan di Provinsi Kalimantan Barat menggunakan standar teknologi dan nomor identifikasi pribadi atau "Personal Identification Number" atau PIN dengan enam digit.

"Kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan keamanan dalam penyelenggaraan kartu ATM atau kartu debet, serta mendukung terwujudnya sistem alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang dapat saling dikoneksikan," kata Pimpinan Bank Indonesia (BI) Kota Pontianak Hilman Tisnawandi di Pontianak, Minggu.

Ia mengatakan BI sudah mengeluarkan surat edaran implementasi standar teknologi chip dan PIN 6 digit, bernomor 13/22/DASP tertanggal 18 Oktober 2011 tentang kartu ATM atau kartu debet yang diterbitkan beserta sarana pemprosesan-nya wajib menggunakan standar teknologi chip yang telah disepakati industri dan disetujui BI.

"Kewajiban pengguna standar teknologi chip tersebut berlaku bagi seluruh kartu ATM dan atau kartu debet yang diterbitkan oleh penerbit di Indonesia, termasuk kartu ATM dan kartu debet yang telah menggunakan standar teknologi chip lainnya," katanya.

Penggunaan PIN tersebut, menurut Hilman, sebagai sarana autentikasi yang merupakan pengganti tanda tangan pemegang kartu. Penambahan sarana autentikasi selain chip dan PIN paling kurang 6 digit harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari BI.

Kemudian, kata dia, dalam rangka implementasi secara tertulis kepada pemegang kartu, agar pemegang kartu mengembalikan kartu ATM berteknologi pita mengetik atau yang telah menggunakan standar teknologi chip diganti dengan teknologi chip yang sesuai dengan standar.

"Kewajiban implementasi teknologi chip dan PIN paling kurang enam digit, baik untuk kartu baru maupun kartu lama, dilakukan paling lama 31 Desember 2015, dan terhitung sejak 1 Januari 2016 setiap kartu ATM yang diterbitkan oleh penerbit di Indonesia dan digunakan untuk transaksi di Indonesia, wajib diproses," katanya.

Tidak hanya itu, menurut dia, setiap transaksi dari kartu ATM yang diterbitkan penerbit di luar Indonesia dapat diproses sesuai dengan teknologi yang digunakan.

Penyelenggara kartu ATM wajib menyesuaikan atau meningkatkan keamanan sarana proses pada mesin EDC, mesin ATM, serta sistem pendukung dan proses transaksi untuk dapat memproses kartu ATM berteknologi chip dan PIN tersebut paling lambat 31 Desember 2015.

"Ketentuan itu wajib mengimplemetasikan standar teknologi chip dan penggunaan PIN kurang enam digit sejak pihak tersebut efektif melaksanakan kegiatan kartu ATM, atau kartu debet-nya," katanya.

Lihat Analisis Vibiz Research

Bank Mandiri Catat Volume Perdagangan US$ 94,5 Miliar

Senin, 24 Oktober 2011 08:22 WIB

(Vibiznews-Banking), PT Bank Mandiri Tbk., hingga September 2011 mencatat volume transaksi perdagangan sebesar 94,5 miliar dolar AS (Rp836,79 triliun).

Transaksi itu naik 21,3 persen dari periode yang sama 2010 sebesar 77,9 miliar dolar (Rp689,80 triliun), kata Direktur Commercial & Business Banking PT Bank Mandiri (BMRI), Sunarso di Jakarta, Jumat.

Pertumbuhan transaksi perdagangan itu ditopang oleh beberapa transaksi, antara lain transaksi ekspor tumbuh sebesar 14,2 persen dari sebelumnya 43,7 miliar dolar (sekitar Rp386,96 triliun) menjadi 50 miliar solar (Rp442,75 triliun).

"Transaksi ekspor memberikan kontribusi sebesar 52,9 persen dari total volume perdagangan dan lebih dari 95 persen transaksi tersebut merupakan transaksi ekspor non-LC," tuturnya.

Sunarso menambahkan untuk transaksi impor tumbuh sebesar 31,2 persen dari sebelumnya 30,3 miliar dolar (sekitar Rp268,30 triliun) menjadi 39,8 miliar dolar AS (sekitar Rp352,42 triliun).

Transaksi impor ini memberikan kontribusi sebesar 42 persen dari total volume perdagangan atau lebih dari 93 persen transaksi itu merupakan transaksi impor non-LC.

Sementara itu, pembiayaan transaksi perdagangan domestik dengan skema "Supply Chain" dan "Invoice Financing" yang diluncurkan akhir 2010, volumenya tumbuh dengan cepat mencapai 81 juta dolar atau sekitar Rp717,25 miliar pada akhir September 2011.

"Perseroan berkomitmen untuk terus mengembangkan bisnis pembiayaan untuk sektor perdagangan (trade financing) baik perdagangan internasional, maupun perdagangan domestik," katanya.

Untuk meningkatkan pengembangan bisnis ini, perseroan menggandeng Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) dalam mengasuransikan pembiayaan transaksi ekspor non-LC dan perdagangan domestik yang dilakukan Bank Mandiri.

Melalui kerja sama ini, ASEI sebagai BUMN yang bergerak di bidang usaha asuransi ekspor dan umum, akan memberikan pertanggungan kepada Bank Mandiri, baik terhadap risiko komersial maupun risiko politik, atas pengambilalihan tagihan nasabah eksportir Bank Mandiri.

"Kerja sama ini juga merupakan strategi bisnis Bank Mandiri dalam mengelola dan menimalisir risiko dalam pembiayaan ekspor non-LC dan perdagangan domestik," kata Sunarso.

Lihat Analisis Vibiz Research

Perbankan BUMN Kunci Kekuatan Ekonomi Indonesia

Senin, 24 Oktober 2011 08:12 WIB
(Vibiznews-Banking), Perbankan BUMN merupakan kunci kekuatan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi global yang terjadi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat.

Menurut Menteri BUMN Dahlan Iskan kepada wartawan di Kementerian BUMN, Jakarta, kemarin, dalam kondisi ekonomi normal, privatisasi dianggap sebuah kunci sukses.

Namun dalam krisis yang terjadi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat seperti saat ini, menurut dia, mempertahankan bank-bank BUMN adalah kunci ekonomi untuk terus menggeliat.

"Jika tidak ada bank-bank BUMN ini, maka rupiah akan parah dan tidak stabil," ulasnya.

Pernyataan Dahlan itu sama dengan kebijakan yang dilakukan para pemimpin Eropa, terutama Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, dan Kanselir Jerman, Angela Merkel, untuk menopang permodalan sektor perbankan sebagai antisipasi jika beberapa negara Eropa yang terbelit utang sampai mengalami gagal bayar (default).

Sementara itu, Chief Economist CIMB Niaga, Winang Budoyo, mengatakan imbas krisis Eropa dan AS sendiri saat ini sudah merambah ke kawasan Asia Tenggara.

Hal ini terlihat dari penurunan ekspor dari sejumlah negara ASEAN ke kawasan Eropa dan Amerika Serikat.

"Kita berharap kondisi ini hanyalah sesaat. Apalagi efek dari krisis global belum menyentuh sendi-sendi perekonomian Indonesia," ujarnya.

Berdasarkan hasil riset perbankan yang dilakukan Bank Indonesia (BI), perbankan nasional merupakan salah satu sektor yang relatif kuat dalam menghadapi guncangan krisis.

"Ini artinya, perbankan bisa memanfaatkan kondisi tersebut untuk mencapai target pertumbuhan," tandasnya.

Menurut Winang, cadangan devisa Indonesia hingga akhir September tercatat senilai 114,5 miliar dolar AS, atau turun dibandingkan cadangan devisa pada Agustus 2011 yang sebesar 125 miliar dolar AS (Rp1.120 triliun).

Lihat Analisis Vibiz Research

Penyatuan Tiga Jaringan Penyedia ATM Selesai 2012

Senin, 24 Oktober 2011 08:00 WIB

(Vibiznews-Banking), Seluruh bank akan saling terhubung dalam satu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) pada tahun 2012. Masyarakat tidak akan lagi menemukan kesulitan dalam bertransaksi melalui ATM seperti transfer dana dari sebuah bank ke bank lain.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Ardhayadi Mitroatmodjo mengatakan, penyatuan tiga jaringan penyedia ATM akan selesai pada 2012.

"Paling lambat pada akhir 2012. Saya sudah bicara dengan tiga provider-nya dan mereka menyanggupi selesai tahun depan," ungkap Deputi Gubernur BI Ardhayadi Mitroadmojo di Jakarta, Senin (24/10/2011).

Selama ini terdapat tiga perusahaan operator ATM di Indonesia, yakni PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa), PT Rintis Sejahtera (Prima), dan PT Daya Network Lestari (ALTO). Hal tersebut ternyata menimbulkan kendala bagi nasabah sebuah bank yang ingin bertransaksi menggunakan ATM dimana operatornya tidak berhubungan.

Sebut saja PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang menggunakan operator PT Rintis Sejahtera (Prima), selama ini nasabah bank tersebut tidak bisa berhubungan seperti transfer melalui ATM kepada bank dibawah operator Artajasa yang digunakan oleh PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri).

Nantinya, menurut Ardhayadi ketiga perusahaan penyedia jaringan layanan ATM tersebut akan menyatukan jaringan mereka.

"Sehingga dengan jaringan yang terintegrasi semua bank bisa terkoneksi, sehingga transaksi antarbank manapun bisa dilakukan secara real time dengan ATM termasuk transfer dari luar negeri," jelas Ardhayadi.

Menurutnya, masukan yang diminta BI dalam interkoneksi ATM ini masuk kedalam program BI National Payment Gateway (NPG) yang diarahkan untuk menyiapkan sistem pembayaran terpadu untuk menghadapi penyatuan masyarakat ASEAN 2015.

Penyatuan masyarakat ASEAN, menuntut perbankan Indonesia menyatukan jaringan ATM mereka sehingga memudahkan transaksi-transaksi dengan bank-bank di negara ASEAN.


Lihat Analisis Vibiz Research

BI: Keluarkan Aturan Manajemen Risiko Khusus Bank Syariah


Jumat, 21 Oktober 2011 14:15 WIB

Bank Indonesia (BI) akan segera mengeluarkan aturan manajemen risiko (risk management) khusus bagi bank syariah yang ternyata lebih kompleks dari bank konvensional.

Dalam waktu dekat, BI akan segera merilis aturan tersebut.

Aturan yang nantinya tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini memuat 10 poin pengelolaan risiko bagi bank syariah berbeda dengan bank konvensional yang hanya 8 poin.

"Dalam waktu dekat, tinggal tunggu tandatangan Gubernur BI kami akan mengeluarkan ketentuan mengenai risk management perbankan syariah. Selama ini risk management perbankan syariah mengikuti konvensional. Nah sekarang akan kami pisahkan dan berdiri sendiri mencakup 10 poin," ungkap Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI Mulya Siregar di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (21/10/2011).

Perbankan syariah, sambung Mulya wajib mengelola 10 risiko penting. Delapan diantaranya adalah risiko yang sudah dikenal sebelumnya dalam risk management perbankan konvensional.

"Selain itu bertambah dua yaitu equity investment risk dan rate of return risk. Keputusan ini sesuai standar yang dikeluarkan oleh Islamic Financial Services Board (IFSB)," ujarnya.

Menurut Mulya, equity investment risk merupakan pengelolaan risiko bagi pembiayaan dengan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), yang umumnya digunakan pada akad mudharabah dan musyarakah.

Dalam pembiayaan tersebut ada potensi dana bank akan hilang apabila debitur mengalami kerugian dalam usaha, sehingga yang terjadi bukan bagi hasil namun bagi kerugian.

Sementara itu rate of return risk merupakan potensi risiko larinya dana pihak ketiga ke bank konvensional karena suku bunga yang ada di pasar melebihi imbal hasil yang diberikan bank syariah.

"Itu dapat terjadi karena imbal hasil untuk simpanan pada bank syariah fluktuatif mengikuti kinerja dari pembiayaan, berbeda dengan bank konvensional yang telah mematok bunga tetap untuk dana pihak ketiga," pungkasnya.

Bank Mandiri: Asas Resiprokal Perbankan Regional Harus Segera Terwujud


Jumat, 21 Oktober 2011 09:00 WIB

Manajemen Bank Mandiri berharap asas resiprokal (kesetaraan perlakuan) dalam bisnis perbankan dengan negara-negara di regional dapat segera terwujud untuk mendorong pertumbuhan bisnis dan penetrasi pasar di kawasan.

"Dengan asas resiprokal maka perbankan kita yang beroperasi di negara lain di kawasan mendapat perlakuan yang setara dengan yang diberikan negara kita kepada bank asing," kata Senior Executive Vice President Bank Mandiri Haryanto Budiman dalam acara Media Training di Legian, Bali, Kamis.

Ia menjelaskan kebutuhan asas resiprokal menjadi urgen bagi perbankan Indonesia, sebab selain karena tuntutan perkembangan industri, juga selama ini bank nasional yang hendak beroperasi di luar negeri mendapat berbagai halangan oleh berbagai aturan negara bersangkutan.

Di China misalnya, bank asing harus bertransaksi dalam dolar AS dalam tiga tahun pertama, di Malaysia mensyaratkan modal besar (300.000 ringgit atau sekitar Rp1 triliun) dan pembatasan porsi kepemilikan asing, di Singapura dan Hong Kong tidak diizinkan memasuki pasar ritel, dan lain-lain.

Sementara itu, Indonesia memberi kebebasan yang luas bagi bank-bank asing untuk beroperasi, mulai dari pendirian kantor cabang, segmen pasar yang luas termasuk ritel dan transaksi dalam mata uang Rupiah, pengoperasian e-channel seperti anjungan tunai mandiri (ATM) dan lain-lain.

Ia memberi contoh, sejak enam tahun lalu Bank Mandiri telah mengajukan pembukaan kantor cabang di Shanghai, China, namun baru akan dioperasikan pada November 2011 karena proses perizinan yang berbelit-belit dan panjang.

Bank Mandiri berupaya memasuki pasar China karena potensi pasar negara itu yang besar serta warga Indonesia yang berbisnis di negeri tirai bambu itu jumlahnya cukup besar. Demikian pula di Malaysia, Bank Mandiri sudah mengajukan minat mendirikan kantor cabang mengingat banyaknya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di negeri jiran itu.

Sementara itu, mengingat urusan resiprokal ini merupakan domain pemerintah, maka posisi Bank Mandiri adalah mendukung dengan aktif memberi masukan kepada Bank Indonesia selaku regulator.

"Kita aktif memberi masukan ke BI untuk mendukung terlaksananya asas resiprokal ini," kata Haryanto Budiman.

Dari sisi regulator, kata Haryanto, BI sudah melakukan berbagai kajian untuk mewujudkan asas resiprokal tersebut, termasuk kemungkinan mengubah sistem perizinan perbankan dari "single license" menjadi "multiple license" seperti yang diterapkan banyak negara termasuk di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.

Selain itu, juga dikaji soal kepemilikan asing dalam perbankan nasional, apakah perlu dibatasi atau tidak.

"Tetapi intinya, yang kita inginkan adalah kesetaraan perlakuan, bukan untuk menutup diri dari keterlibatan asing dalam bisnis perbankan dalam negeri," katanya.

Rencana integrasi ASEAN, katanya, juga merupakan momentum bagi Indonesia untuk mengupayakan asas resiprokal tersebut agar bisnis perbankan mendapat perlakuan yang setara antar negara.

Pendidikan Keuangan dan Perbankan Akan Ada Dalam Kurikulum SD dan SMP


Jumat, 21 Oktober 2011 08:00 WIB

Pendidikan keuangan dan perbankan akan diajarkan sejak dini dengan memasukkannya dalam kurikulum sekolah dasar. Nantinya, anak-anak SD dan SMP akan diajarkan mengenai jenis-jenis surat berharga dan alat pembayaran.

Bank Indonesia (BI) bersama dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) mengimplementasikan integrasi pendidikan keuangan dan perbankan ke dalam kurikulum pendidikan formal pada pada Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) mulai tahun ajaran 2011/2012.

Edukasi keuangan ini merupakan upaya mengenalkan sejak dini mengenai keuangan khususnya untuk menumbuhkembangkan budaya menabung yangmerupakan program berkelanjutan.

"Implementasi dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dari penerapan di 6 daerah yaitu Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin dan Makassar dengan menunjuk dua belas sekolah dimasing masing daerah sebagai pilot project," ungkap Juru Bicara BI Difi Johansyah di Jakarta, Jumat (2110/2011).

Menurut Difi, pendidikan keuangan akan diintegrasikan kedalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak hanya dalam bentuk intrakurikuler namun juga dalam bentuk ekstrakurikuler dengan pembahasan topik-topik.

"Antara lain diperkenalkan jenis surat berharga dan jenis alat pembayaran," tutur Difi.

Lebih jauh Difi memaparkan proses integrasi pendidikan keuangan ini selain melibatkan Bank Indonesia dan Kementerian Pendidikan Nasional juga melibatkan kalangan akademisi yaitu dariUniversitas Pendidikan Indonesia (UPI-Bandung) dan Dinas Pendidikan di setiap kota.

Adapun topik-topik kedalam mata pelajara IPS bagi siswa SD dan SMP antara lain :

Arti Uang



Uang dan manfaatnya

Buku uang jajan

Pengenalan jenis mata uang

Mengidentifikasi keaslian mata uang

Jenis surat berharga

Jenis alat pembayaran.


Fungsi Perbankan


Peran perbankan

Jenis lembaga perbankan dan jenisnya

Jenis manfaat produk perbankan

Sistem perbankan elektronik

Jenis keuntungan perbankan

Keamanan perbankan.

Jumlah Dana Nasabah Kaya Bank di Atas Rp 5 Miliar Mencapai Rp 979,97 Triliun

Rabu, 19 Oktober 2011 10:48 WIB

Jumlah dana nasabah perbankan per Agustus 2011 mencapai Rp 2.492,51 triliun. Turun Rp 2,2 triliun (0,09%) dibandingkan posisi Juli 2011 yang sebesar Rp 2.494,71 triliun.

Menurut data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Selasa (18/10/2011), per 31 Agustus 2011, jumlah dana nasabah kaya bank dengan simpanan di atas Rp 5 miliar mencapai Rp 979,97 triliun. Turun 3,09% atau Rp 31,21 triliun dibanding Juli 2011 yang sebesar Rp 1.011,17 triliun.

Dari total simpanan tersebut, yang dijamin pemerintah melalui LPS mencapai Rp 1.510,18 triliun di Agustus 2011. Jumlah itu mengalami kenaikan Rp 28,34 triliun, dibandingkan Juli 2011 yang sebesar Rp 1.481,85 triliun.

Simpanan yang dijamin tersebut terdiri dari seluruh simpanan nasabah untuk segmen Rp 2 miliar ke bawah jumlahnya Rp 1.275,24 triliun, dan seluruh bagian simpanan yang dijamin (Rp 2 miliar) dari simpanan nasabah untuk segmen di atas Rp 2 miliar jumlahnya Rp 234,95 triliun. Jumlah simpanan yang dijamin oleh LPS tersebut meliputi 60,59% dari total simpanan pada seluruh bank umum.

Jumlah Rekening Turun

Meskipun terjadi kenaikan total simpanan namun jumlah rekening mengalami penurunan sebesar 195.287 rekening atau 0,2% dibandingkan dengan jumlah rekening pada bulan sebelumnya sebesar 99.967.634 rekening. Kenaikan ini menyebabkan jumlah rekening per 31 Agustus 2011 menjadi 100.162.920 rekening.

Kenaikan jumlah rekening terjadi pada tabungan sebesar 178.806 rekening atau minus 0,19% dan giro sebesar 10.451 rekening 0,37%. Sedangkan jenis simpanan deposito mengalami kenaikan sebesar 5.542 rekening atau tumbuh 0,21%.


Lihat Analisis Vibiz Research

BI Merilis PBI Wealth Management Cegah Kasus Malinda Tidak Terulang Lagi

Rabu, 19 Oktober 2011 09:50 WIB

Bank Indonesia (BI) siap merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai wealth management. Ini dilakukan agar kasus pembobolan nasabah seperti yang dilakukan Malinda Dee tak terlulang.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengungkapkan saat ini PBI tersebut telah difinalisasi. Rencananya akan segera diterbitkan tahun ini.

"Walaupun masih dalam level teknis, namun prinsip-prinsipnya sudah disetujui. Harus lihat legal draftingnya dulu. Mudah-mudah tahun ini bisa (terbit)," ujar Halim disela CWMA Conference di Hotel Shangrila, Selasa (18/10/2011).

Dijelaskan Halim, terdapat beberapa hal yang bakal masuk dalam PBI tersebut. Pertama, definisi wealth management. Kedua, produk yang boleh ditawarkan nasabah. Ketiga, kriteria nasabah mana saja yang boleh dilayani.

"Nanti akan ada kategorisasi nasabah untuk layanan primer," jelas Halim.

Lebih jauh yang keempat, Halim mengatakan setiap produk wealth management yang ditawarkan masing-masing bank harus mempunyai nama khusus.

"Dan terakhir, yang kelima adalah bank wajib menjelaskan manfaat dan risiko dari produk wealth management yang ditawarkan," pungkasnya.

Kasus pembobolan dana nasabah wealth management pernah terjadi di Citibank. Kasus pembobolan yang menggegerkan ini dilakukan oleh pegawai Citibank yaitu Malinda Dee.

Lihat Analisis Vibiz Research

Masyarakat Indonesia Berdeposito Lebih Dari Rp 10 Miliar Mencapai 20.000 Orang

Rabu, 19 Oktober 2011 09:36 WIB

Masyarakat Indonesia yang memiliki deposito diatas Rp 10 miliar atau golongan orang kaya sudah mencapai 20.000 orang hingga Juli 2011 ini. Angka tersebut tumbuh 20% dibandingkan pada periode yang sama tahun 2010 lalu.

Presiden Direktur Perusahaan Konsultasi Investasi Maesa Consulting Indonesia Maikel Sajangbati, mengungkapkan bertambahnya orang kaya dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus melejit.

"Yang masuk kriteria tersebut yakni berdasarkan jumlah deposito Rp 10 miliar lebih," kata Maikel ketika ditemui disela acara CWMA Conference 2011 di Hotel Shangrila, Jakarta, Selasa (18/10/2011).

Menurut Maikel, di tahun 2011 ini nantinya jumlah orang kaya berdeposito diatas Rp 10 miliar bisa tumbuh hingga mencapai 22.000 orang.

"Pertumbuhan kekayaan mereka bisa mencapai tiga kali lipat dari pertumbuhan ekonomi," jelasnya.

Maikel juga mengatakan bahwa hingga saat ini imbas dari krisis global terhadap gaya hidup dan pola investasi para nasabah berduit ini tidak terlalu terpengaruh.

"Gaya hidup mereka tidak berubah tetapi kini mereka sekarang lebih hati-hati dalam mengatur portofolio mereka dan lebih kritis terhadap produk-produk investasi yang ditawarkan perbankan. Pada dasarnya mereka cenderung protektif terhadap kekayaan mereka," tambahnya.

Maikel mengatakan alokasi dana kelolaan para nasabah kaya ini lebih banyak diinvestasikan ke pasar modal karena sektor tersebut lebih cepat mendongkrak kekayaan mereka.

"Sekitar 33% kekayaan mereka diinvestasikan ke pasar modal. Sedangkan sisanya ada di deposito, properti, dan fixed income," ujarnya.

Maikel mengatakan potensi populasi orang Indonesia yang akan naik kelas menjadi kaya masih bisa mencapai 2 juta orang.

"Jumlah deposito di bank dengan dana Rp 100 juta ke atas mencapai 2 juta orang dengan dana kelolaan mencapai Rp 1,600 triliun. Mereka mempunyai kesempatan untuk menjadi orang kaya berikutnya," pungkasnya.

Lihat Analisis Vibiz Research

Manulife Kerjasama Dengan Danamon Keluarkan Produk Baru

Rabu, 19 Oktober 2011 09:35 WIB

PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia siap mengeluarkan produk baru, terkait kerja sama perseroan dengan PT Bank Danamon Tbk (BDMN). Jenis unit link akan jadi prioritas produk yang akan dikembangkan kedua perusahaan.

"Kami baru saja menyepakati kerja sama strategis. Pasti nanti akan ada produk-produk baru yang akan dikembangkan, dan dijual khusus di Bank Danamon," jelas Senior Vice President Haed of Partnership Business Manulife, Hans WM De Waal di Jakarta, Selasa (18/10/2011).

Produk unit link akan menjadi prioritas keduanya dalam pengembangan ke depan, baik single premi ataupun reguler premi. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut target premi dan peluncuran produk baru perseroan.

"Kita kan sudah ada kerja sama sebelumnya dengan Bank Danamon, dengan masuk dalam tabungan pendidikan. Bisa saja jenis produk yang sama (dikembangkan) atau produk baru tradisional," tambah Hans.

Dalam kerja sama strategis ini, Manulife bermaksud akan memperbesar pasar Bancassurance, dimana perbankan menjadi yang terdepan dalam penetrasi asuransi jiwa. Manulife beranggapan, bank lebih mudah memasarkan produk asuransi dengan mengandalkan database nasabahnya.

"Perbesar Bancassurance memang menjadi target kami, karena potensinya besar. Meski agency juga terus tumbuh dengan segala inovasinya. Mereka (bank) juga inign melengkapi produk jasanya," ucap Vice President Director & Chief Operating Officer Manulife, Nelly Husnayati.

Produk asuransi, lanjut Nelly, juga tidak terlalu terpengaruh akan krisis yang berpotensi terjadi. Pasalnya, asuransi merupakan kebutuhan masa depan, dengan penciptaan solusi jangka panjang. "Dampak ada, tapi paling kecil. Orang butuh untuk asuransi, ga butuh ya tetap butuh," tegasnya.

"Apa yang kami lakukan adalah solusi. Tugas kami ciptakan produk, tidak hanya solusi jangka pendek, tapi jangka panjang. Dan kami memiliki product range yang komprehensif," imbuh Chief Executive Officer and President Director Manulife Indonesia, Alan Merten di Hotel JW Marriot.

Premi industri asuransi sepanjang tahun 2010 telah mencapai Rp 52 triliun. Dimana rata-rata pertumbuhan di tiap tahun mencapai 30%. Manulife pun siap menambah premi baru di level yang sama, 25-30% atau sama seperti yan ditargetkan industri asuransi jiwa.

Namun, total premi Rp 52 triliun ini merefleksikan penetasi yang rendah. Sampai dengan kondisi terkini, penetrasi asuransi jiwa hanya 1,4%. Penetrasi ini jauh tertinggal dibanding Malaysia 3%, Singapura 5%, bahkan Hongkong dan Taiwan yang penetrasinya masing-masing 10% dan 15%.

Lihat Analisis Vibiz Research

BI Resmi Keluarkan Surat Edaran Tentang Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan PIN di ATM

Rabu, 19 Oktober 2011 09:30 WIB

Bank Indonesia (BI) resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) No.13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada Kartu ATM dan debet, dengan masa transisi selama lima tahun sampai 1 Januari 2016.

BI siap mencabut izin penerbitan kartu ATM dan debet jika hingga batas yang ditentukan tidak bisa memenuhi surat edaran tersebut.

"Surat tersebut berisi kewajiban penerbit kartu ATM dan/atau kartu debet dalam rangka implementasi teknologi chip dan PIN. Untuk pembuatan satu kartu memerlukan dana investasi sebesar US$ 2," kata Direktur Direktorat Sistem Pembayaran BI Ronald Waas kepada wartawan di Gedung BI, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (18/10/2011).

Saat ini, bank sentral mencatat jumlah kartu ATM dan debit yang beredar di masyarakat mencapai 55 juta kartu, dengan volume transaksi sebanyak 5,8 juta transaksi per hari dan nilai transaksi mencapai Rp 6,6 triliun.

"Saat ini jumlah kartu ATM sebanyak 55 juta kartu, kami proyeksi pada tahun 2016 itu menjadi 78 juta kartu yang harus sudah dimigrasi," kata Ronald.

Menurutnya, dalam industri perbankan sendiri, ada tiga bank yang akan menjadi prototipe migrasi tersebut, yaitu PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Mandiri (persero) Tbk, dan PT Bank Permata Tbk.

"Jika ada yang belum memenuhi surat edaran tersebut hingga batas waktu yang ditentukan maka izin penerbitan kartu ATM dan debet akan dicabut. Tapi saya optimis untuk ini dapat selesai karena pengalaman kartu kredit," ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, standar teknologi chip yang wajib digunakan oleh penyelenggara kartu ATM dan kartu debet adalah standar teknologi chip yang telah disepakati oleh industri dan telah disetujui oleh BI.

Sedangkan jumlah digit PIN yang wajib diimplementasikan untuk seluruh kartu ATM dan kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia paling kurang 6 (enam) digit.

"Penggunaan PIN sebagai sarana autentikasi merupakan pengganti tanda tangan Pemegang Kartu," tambahnya.

Pada bagian lain, Ronald mengatakan masih cukup banyak mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang harus diganti dalam mendukung migrasi kartu ATM dari berbasis teknologi magnetic stripe menjadi chip.

"Ada 8 ribu mesin ATM dari total sekitar 40 ribu yang belum siap, itu bukan di-upgrade, itu harus diganti," jelasnya.


Lihat Analisis Vibiz Research

BI: Kredit Macet Bank Naik Rp 1,7 Triliun Hingga Agustus 2011

Selasa, 18 Oktober 2011 08:30 WIB

Bank Indonesia (BI) mencatat hingga Agustus 2011 jumlah kredit macet perbankan naik Rp 1,794 triliun menjadi Rp 37,932 triliun, dari Juli 2011 yang sebesar Rp 36,138 triliun. Jumlah kredit macet ini juga tercatat naik jika dibandingkan dengan Agustus 2010 yang sebesar Rp 31,618 triliun.

Demikian terungkap dari data statistik perbankan yang dikutip dari Bank Indonesia (BI), Selasa (18/10/2011).

Berdasarkan data BI tersebut, jumlah kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) dari perbankan per Agustus 2011 mencapai Rp 56,26 triliun, naik dari posisi Juli 2010 yang sebesar Rp 54,48 triliun. Rasio NPL perbankan di Agustus 2011 mencapai 2,07%.

Sampai Agustus 2011 total kredit yang dikucurkan perbankan Indonesia mencapai Rp 2.031,61 triliun. Kredit ini naik dibandingkan periode yang sama di 2010 yang nilainya Rp 1.640,43 triliun.

Dari total kredit tersebut, sebanyak Rp 1.879,723 triliun masuk kategori lancar. Sementara Rp 10,236 triliun masuk kategori kurang lancar, lalu Rp 8,092 triliun masuk kategori diragukan, dan Rp 37,932 triliun masuk kategori macet.

Lihat Analisis Vibiz Research

Perbankan Raup Laba Bersih Rp 38,8 Triliun Dalam 8 Bulan

Selasa, 18 Oktober 2011 08:15 WIB

Bank-bank umum di Indonesia meraup laba bersih Rp 48,24 triliun sepanjang Januari-Agustus 2011. Laba tersebut naik 24% dibandingkan periode yang sama di 2010 Rp 38,89 triliun.

Demikian isi data statistik perbankan yang dikutip dari Bank Indonesia (BI), Selasa (18/10/2011).

Kenaikan laba perbankan ini ditopang oleh kenaikan pendapatan operasional selama Januari-Agustus 2011 yang sebesar Rp 252,429 triliun, naik dari periode yang sama tahun lalu Rp 225,704 triliun.

Pendapatan non operasional perbankan pada periode Januari-Agustus 2011 juga naik menjadi Rp 96,65 triliun, dari periode yang sama tahun lalu Rp 65,16 triliun.

Sepanjang periode tersebut, beban operasional perbankan naik menjadi Rp 225,53 triliun, dari beban operasional bank pada periode yang sama di 2010 yang sebesar Rp 192,86 triliun.

Pada Januari-Agustus 2011, jumlah kredit yang dikucurkan perbankan Indonesia mencapai Rp 2.031,61 triliun. Kredit ini naik dibandingkan periode yang sama di 2010 yang nilainya Rp 1.640,43 triliun.

Jumlah kredit di Agustus 2011 didominasi oleh kredit rupiah senilai Rp 1.704,91 triliun, kemudian kredit valas Rp 326,703 triliun.

Total aset perbankan di Indonesia hingga Agustus 2011 mencapai Rp 3.252,684 triliun, naik dari posisi Agustus 2010 yang sebesar Rp 2.700,183 triliun.

Lihat Analisis Vibiz Research

Ronald Waas Terinspirasi Steve Jobs Siap Jadi Deputi Gubernur BI

Selasa, 18 Oktober 2011 06:02 WIB

Direktur Direktorat Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Ronald Waas menyatakan siap maju menjadi Deputi Gubernur BI. Ronald terinspirasi oleh pendiri Apple Inc dalam menjalankan karirnya.

"Visi misi kaya Steve Jobs, itu 'apple on every desk'. Sangat simpel tapi bagaimana itu juga perlu upaya, artinya Apple harus masuk ke semua meja di dunia. Itu kan untuk perusahaan mereka itu perlu banyak inovasi, produk, dan teknologi. Orang pintar itu bisa membuat yang rumit jadi sederhana," tutur Ronald di Hotel Four Seasons, Jakarta, Senin (17/10/2011).

Selain itu, Ronald mengatakan jika terpilih menjadi Deputi Gubernur BI dia akan fokus mengembangkan sistem pembayaran di Indonesia. Menurutnya, jumlah masyarakat Indonesia yang sangat besar membuat keberadaan sistem pembayaran yang baik melalui National Payment Gateway sangat penting.

"Banyak sekali yang harus dikerjakan di payment sistem, tujuannya untuk kemudahan seluruh masyarakat," kata Ronald.

Ronald bakal memperebutkan posisi Deputi Gubernur BI Budi Rochadi yang meninggal dunia.

Kini, sambung Ronald yang sedang digarap BI bersama industri diharapkan bisa membantu menciptakan produk-produk yang memudahkan masyarakat dalam bertransaksi.

Untuk mewujudkan hal tersebut, bank sentral telah membentuk Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) pada November 2010 sebagai Self Regulatory Organization (SRO) untuk mengatur secara mandiri aktivitas bisnisnya.

"Potensi nasional untuk sistem pembayaran itu masih sangat besar. Saya data itu kan yang naik KRL, transjakarta itu banyak. Potensi untuk produk dan pengguna masih banyak," kata Ronald.

Ronald mengakui bahwa dirinya pasrah jika DPR nanti tidak memilihnya atau 'nothing to lose'.

Ronald merupakan Pria kelahiran Tanjung Pinang, 29 November 1955 merupakan lulusan sarjana Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (1974-1980). Ia melanjutkan Masters of International Affairs School of International Affairs, Program in Economic Policy Management, Columbia University, New York, AS (1994-1995).

Sebelum bekerja di BI, Ronald pernah menjadi junior structural engineer (1980-1981), dan mulai bekerja di BI pada 1981. Awal masuk BI, ia menjadi staf di Direktorat Logistik dan Pengamanan. Selanjutnya pada 1988-1991 menjadi Kepala Seksi Administrasi Teknik yang berkontribusi terhadap pembangunan kompleks perkantoran BI dan rumah dinas BI.

Pada 1991-1994 Ronald menjadi Wakil Kepala Bagian Perencanaan Logistik dan semasa 1999-2007 bekerja di Direktorat Teknologi Informasi mulai dari sistem analis, hingga Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan TI.

Periode 2004-2007, Ronald diangkat menjadi Direktur Direktorat Teknologi Informasi. Jabatannya sekarang Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran mulai 2009, setelah sebelumnya menempati posisi Unit Khusus Manajemen Informasi.


Lihat Analisis Vibiz Research

Perry Warijoyo Perkirakan Laju Inflasi 4,7% Hingga Akhir 2011

Senin, 17 Oktober 2011 05:21 WIB

Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI Perry Warjiyo memperkirakan laju inflasi sampai akhir tahun ini mencapai 4,7 persen atau di bawah perkiraan sebelumnya 5 persen.

"Tahun ini, inflasi kemungkinan bisa 4,7 persen. Tahun depan 4,9 persen, itu sudah memperhitungkan dampak kenaikan tarif dasar listrik 0,25 persen," kata Perry di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, perkiraan inflasi yang rendah didasarkan perkiraan inflasi Oktober-November yang masih bisa dikontrol, serta faktor musiman yang tidak terlalu besar pengaruhnya.

Sementara untuk inflasi 2012, diperkirakan lebih rendah dibanding tahun ini karena faktor turunnya pertumbuhan ekonomi nasional, namun faktor rencana kenaikan TDL membuat inflasi 2012 akan lebih tinggi dibanding 2011.

Faktor perkiraan inflasi yang rendah di bawah lima persen pada tahun ini dan tahun depan inilah, lanjut Perry, yang mendasari BI menurunkan BI rate dari 6,75 persen menjadi 6,5 persen pada Selasa lalu.

"Dari sisi justifikasi sangat kuat bahwa dengan melihat tren inflasi ke depan, pertumbuhan ekonomi ke depan. Ada rasionalitas yang kuat mengenai penurunan BI rate," katanya.

Kebijakan berani BI ini diakui Perry membuat pasar keuangan terkejut karena merasa waktu pelaksanaannya tidak tepat akibat kondisi pasar yang sedang terkena tekanan eksternal.

"Justru kebijakan ini memberikan keyakinan kepada pasar, bahwa komitmen BI kuat seperti leadership yang sudah dilakukan pada September lalu, bahwa kita percaya diri untuk menstabilkan pasar. Itu kemarin reaasi pasar baik," katanya.

Menurut Perry, tren suku bunga menurun tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi negara-negara kawasan, karena terdorong perekonomian global yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara.

"Tekanan inflasi juga lebih rendah. Wajar kalau tren suku bunga akan menurun. Apakah masalah timing, magnitude, tergantung negara-negara bersangkutan," katanya.

Dengan kondisi seperti ini, maka investor akan menahan obligasi dan surat berharga yang mereka pegang karena harganya sedang rendah, dan akan berusaha mencari tempat baru untuk menanamkan dananya di tempat lebih menguntungkan seperti yang terlihat di pasar keuangan Indonesia belakangan ini.

Lihat Analisis Vibiz Research

Calon Deputi Gubernur BI Siapkan Enam Agenda Kerja

Senin, 17 Oktober 2011 05:20 WIB

Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan telah menyiapkan enam program besar agenda kerja yang akan disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR di Jakarta akhir November.

"Saya masih dalam proses mendengarkan pandangan internal BI, publik, dan DPR. Secara umum, ada enam aspek, Insya Allah bisa berkontribusi kepada bangsa dan negara," kata Perry di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, enam program itu adalah menindaklanjuti kebijakan moneter yang sudah berjalan baik ini dengan mendorong suku bunga menurun sehingga bisa diikuti dengan penurunan suku bunga di perbankan.

"Sehingga kontribusi moneter yang stabil ini bermanfaat bagi peningkatam ekonomi masyarakat," kata Perry yang sekarang menjabat sebagai Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI itu.

Program kedua, lanjutnya adalah memperkuat antisipasi dampak krisis global dengan membangun mekanisme pencegahan krisis seperti protokol manajemen krisis terkait nilai tukar dan perbankan.

"Program ini harus bekerja sama dengan Kemenkeu untuk membangun protokol manajemen krisis itu, supaya inline dengan apa yang dilakukan di pasar oblogasi dan pasar modal," katanya.

Program ketiga, terkait perbankan adalah dengan mengupayakan peningkatan efisiensi, intermediasi dan menyiapkan ketahanan perbankan nasional serta daya saing menghadapi persaingan bebas.

Program keempat adalah sistem pembayaran, yang akan dilakukan dengan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran dalam pembentukan "national payment gateway", baik di dalam payment sistem nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri.

Program kelima, adalah meningkatkan peran BI untuk memberdayakan sektor riil, sejalan dengan mandat BI untuk melakukan stabilisasi harga, rupiah, dan yang lain.

"BI perlu juga berkiprah di sektor riil. Khususnya untuk sektor UMKM karena ini penting untuk meningkatkan perekonomian rakyat," katanya.

Program keenam, adalah meningkatkan dan memperkuat kondisi keuangan BI dan tata kelola manajemen di BI, seperti dengan memperbaiki kompetensi dan integritas setiap karyawan dan pimpinannya.

Siap terima masukan

Selain enam program tersebut, Perry yang telah bekerja di BI sejak 1992 mengatakan dirinya terbuka untuk menerima masukan dalam perbaikan Bank Indonesia jika dirinya mendapatkan amanah menduduki jabatan deputi gubernur.

"Saya siap memegang amanat kalau diberikan. Dari dulu sampai sekarang, kalau diberikan jabatan adalah amanat.Saya sudah berkarir panjang di BI. Apa yang saya lakukan selama ini di BI adalah memperkuat kinerja BI seperti terlihat seperti sekarang. Ini jadi bagian komitmen saya ke depan," katanya.

Sementara mengenai rencana pendirian OJK, Perry mengharapkan meski nantinya akan ada pemisahan fungsi pengawasan perbankan dari BI ke OJK, dirinya berharap kewenangan BI untuk mengawasi perbankan tetap ada terutama untuk kepentingan stabilitas moneter.

"Harus ada peran bank sentral dalam pengawasan perbankan, bahkan nonbank. Itu bagian yang sedang dalam pembahasan. Bagaimana keputusan politik mengarah.Apa pun resolusinya, harus ada kewenangan BI dalam perbankan. Sebab kalau tidak, bagaimana bank berhubungan dengan bapaknya bank atau bank sentral," katanya.

Perry Warjiyo lahir di Sukoharjo pada tanggal 25 Pebruari 1959. Sebelum menempati pos yang sekarang sebagai Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) Bank Indonesia, Perry Warjiyo adalah Direktur Eksekutif, South East Asia Voting Group (SEAVG), International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2007-2009.

Ia memulai karirnya di Bank Indonesia sebagai staf di Desk Penyelamatan Kredit, Urusan Pemeriksaan dan Pengawasan Kredit. Pada tahun 1992 hingga 1995, ia menjadi staf gubernur BI dan tahun 1998 diangkat sebagai Kepala Biro Gubernur. Tahun 2003 Perry Warjiyo diangkat sebagai Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebansentralan, dan tahun 2005 sebagai Direktur DKM.

Perry Warjiyo menamatkan gelar sarjana ekonomi jurusan akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Gelar Msc dalam bidang ekonomi moneter dan internasional diraih dari Iowa State University, Ames, AS pada tahun 1988. Pada tahun 1991, ia juga berhasil meraih gelar Ph.D dari universitas yang sama, Iowa State University, untuk bidang ekonomi moneter dan internasional.

Perry untuk ketiga kalinya akan bertarung memperebutkan kursi deputi gubernur BI, setelah pada 2009 dan 2010 gagal. Tahun ini Perry yang disebut "jago moneter "dari BI akan bersaing dengan Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Ronald Waas.


Lihat Analisis Vibiz Research

DPR RI Yakin Calon Deputi Gubernur BI Punya Kemampuan Yang Tak Diragukan Lagi

Senin, 17 Oktober 2011 05:19 WIB

DPR RI meyakini calon deputi gubernur Bank Indonesia memiliki kemampuan yang tak diragukan lagi. Mereka akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap para kandidat yang tidak tertutup kemungkinan berasal dari perbankan.

"Semuanya mumpuni secara kapasitas sehingga uji kepatutan dan kelayakan nanti arahnya lebih ke Integritas dan komitmen mereka terhadap pembatasan perbankan asing, penguatan perbankan syariah, dan pola sistem resiprokal," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Achsanul Qosasih di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Komisi XI DPR RI sendiri akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap sejumlah deputi senor gubernur Bank Indonesia pada November nanti. "Uji kepatutan dan kelayakan setelah masa reses, kemungkinan dijadwalkan antara tanggal 21- 25 November 2011," katanya.

Komisi XI DPR RI, ujarnya, akan memperhatikan masukan-masukan terhadap calon deputi senior BI itu.

"Ada juga suara-suara dari kalangan pelaku pasar dan perbankan yang meminta agar deputi gubernur itu ada dari unsur pelaku perbankan, ini juga kami jadikan sebagai masukan dalam uji kelayakan dan kepatutan nanti," sebut dia.

Untuk posisi (alm) Budi Rochadi akan diisi kandidar Perry Wardjio dan Ronald Waas. Sedangkan untuk kandidar pengganti Muliaman D Hadad akan diisi oleh Muliaman sendiri dan Riswinandi.

Lihat Analisis Vibiz Research

BNI Targetkan Satu Juta Nasabah di Kalimantan Hingga Kwartal I 2012

Senin, 17 Oktober 2011 05:18 WIB

Bank Negara Indonesia (BNI) 46 mencanangkan untuk mendapatkan sampai satu juta nasabah di Kalimantan hingga kwartal pertama 2012.

"Tidak hanya itu, kami juga menargetkan dapat menghimpun dana pihak ketiga hingga Rp14 triliun sampai akhir Desember 2011 ini," tegas Chief Executive Officer (CEO) BNI 46 Kalimantan Agus Ariyanto di Balikpapan, Kaltim, Jumat.

Menurut Agus, jumlah nasabah BNI di empat provinsi di Kalimantan sekarang sudah mencapai 806.000 ribu orang.

Dia sangat optimis target 200 ribu nasabah baru tersebut akan dapat dicapai dalam enam bulan ini.

BNI juga sudah menghimpun dana pihak ketiga sampai September lalu senilai Rp12,8 triliun . Sebagian besar melalu rekening tabungan seperti Taplus.

Target itu optimis tercapai karena ekspansi yang memang tengah gencar dilancarkan BNI. Selama Maret-September 2011, kata Agus, pihaknya sudah membuka 21 kantor baru di seluruh Kalimantan.

"Jumlah kantor cabang utama, kantor cabang pembantu, kantor kas, sudah mencapai 111 unit di seluruh Kalimantan," kata Agus.

Dengan target 8-10 nasabah saja sehari dari setiap kantor, maka BNI sudah mendapatkan tidak kurang dari 1.000 nasabah. Dengan demikian, target 200 ribu nasabah dalam 6 bulan samasekali bukan hal yang mustahil.

Penambahan kantor baru itu juga membuat BNI kini mempunyai sekurangnya satu kantor di setiap kecamatan di seluruh pulau besar ini, seperti penetrasi yang selama ini dilakukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang selalu hadir di setiap kecamatan.

"Kami ingin masyarakat merasakan kehadiran BNI dan tentunya untuk lebih memaksimalkan lagi pelayanan," kata Agus.

Selain kantor, BNI juga terus menambah jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM), baik ATM tarik tunai maupun ATM setor tunai. Antara Maret-September 2011, sudah tersedia 333 ATM BNI di seluruh Kalimantan.

Menurut dia, BNI masih akan menambah ATM baru sebanyak 120 ATM lagi.

Lihat Analisis Vibiz Research

BTPN Catat Laba Bersih Rp 958,7 Miliar

Senin, 17 Oktober 2011 05:16 WIB

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) mencatat laba bersih hingga September 2011 sebesar Rp 958,7 miliar atau tumbuh 66% dibandingkan pada periode yang sama tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 577,5 miliar.

Peningkatan laba bersih tersebut ditopang oleh pertumbuhan laba bersih perseroan yang mencapai Rp 28,5 triliun hingga Triwulan III-2011 ini atau tumbuh 31% dibanding pada periode yang sama tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 21,8 triliun.

"Pertumbuhan penyaluran kredit diimbangi dengan asas kehati-hatian yang tercermin dalam rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) yang terjaga pada level 0,45% (nett)," ungkap Wakil Direktur Utama BTPN Djemi Suhenda dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (16/10/2011).

BTPN juga membukukan peningkatan penghimpunan dana masyarakat. Hingga September 2011, total Dana Pihak Ketiga (DPK) BTPN mencapai Rp 32,8 triliun, meningkat 34% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp 24,5 triliun. Sementara itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) mencapai 20,9%, sehingga kedepan BTPN memiliki ruang yang cukup untuk bertumbuh.

Dengan pertumbuhan kinerja yang solid tersebut, pada triwulan ketiga 2011, total aset BTPN mencapai Rp 43,4 triliun atau tumbuh 41% dibandingkan periode yang sama tahun 2010, yang tercatat Rp 30,8 triliun.

“Kami akan terus melakukan inovasi dan memperluas jangkauan pelayanan kami untuk menawarkan layanan unik perbankan BTPN kepada jutaan mass market yang masih belum terlayani oleh perbankan, dengan tetap menjaga kinerja prima berkelanjutan,” tambah Djemi.

Saat ini, Djemi mengatakan BTPN telah melayani lebih dari 1.000.000 nasabah, melalui lebih dari 1.100 jaringan kantor yang telah beroperasi secara online realtime, yang tersebar dari Aceh hingga Papua.

"Secara konsisten terus mengembangkan bisnis dan program pemberdayaan bagi nasabah mass market," kata Djemi.

Lebih jauh Djemi memaparkan program pemberdayaan nasabah mass market yang telah dilaksanakan BTPN selama dua tahun, merupakan salah satu faktor penting yang diyakini mampu menopang kinerja prima BTPN yang berkelanjutan. Program pemberdayaan yang dikenal dengan nama “DAYA” ini secara rutin diselenggarakan bagi nasabah pensiun, pelaku usaha mikro & kecil (UMK), dan komunitas pra-sejahtera produktif.

"Daya adalah program pemberdayaan mass market yang terintegrasi dalam produk dan layanan serta kegiatan sehari-hari di setiap kantor cabang BTPN. Dengan mengintegrasikan Daya dalam layanan perbankan, kami menawarkan kesempatan tumbuh kepada jutaan mass market di Indonesia, yang menjadi fokus utama BTPN," tutup Djemi.

Lihat Analisis Vibiz Research

BI : Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Akhir 2011 Mencapai 6,6%

Jumat, 14 Oktober 2011 04:30 WIB

Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 6,6 persen pada akhir 2011 karena dukungan konsumsi dan investasi yang tinggi.

Direktur Riset dan Kebijakan Moneneter Bank Indonesia Sukowati di Batam, Kamis, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Menurut dia, persepsi terhadap fundamental ekonomi domestik yang tetap terjaga dan iklim investasi yang membaik menyebabkan investasi di Indonesia tetap kuat.

Sementara kinerja ekonomi domestik pada sisi sektoral didukung oleh industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan, dan komunikasi.

BI juga memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV/ 2011 mencapai 6,7 persen."Pengaruh gejolak ekonomi global belum terlalu dirasakan pada 2011," kata dia.

Gejolak ekonomi global, kata dia, baru akan dirasakan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2012.

"Pertumbuhan ekonomi 2012 diprakirakan berada pada kisaran 6,2 persen sampai 6,7 persen," kata dia.

Sementara itu, Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani mengatakan optimistis pertumbuhan ekonomi di provinsi ini pada akhir 2011 mencapai delapan persen.

"Saya optimistis akhir tahun ini pertumbuhan ekonomi mencapai delapan persen sesuai target," kata Gubernur.

Ia mengatakan dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir, pertumbuhan ekonomi Kepri mencapai 7,77 persen, terus meningkat dari awal 2011.

Menurut Gubernur, faktor pendukung pertumbuhan ekonomi terbesar adalah penanaman modal baik dari dalam dan luar negeri.

Ia mengatakan ada beberapa perusahaan besar berkomitmen menanamkan modal di Kepri yaitu Batam Centralindo akan mengembangkan Pulau Janda Berhias Kota Batam.

PT Saipem di Tanjung Balai Karimun, Bintan Star di Bintan Timur, PT RAM di Pulau Kepala Jeri dan pengembangan Pulau Bawah di Natuna.

"Kalau itu semua bisa jalan, yakin delapan persen bisa tercapai dengan mudah," kata Gubernur.

Investor Kuwait Mengincar Salah Satu Bank di Indonesia

Jumat, 14 Oktober 2011 04:23 WIB

Investor asal Kuwait dikabarkan tengah mengincar salah satu bank di Indonesia. Namun belum diketahui secara pasti, apakah mereka membidik bank syariah atau bank umum.

Direktur Direktorat Perbankan Syariah, Mulya Siregar, Bank Indonesia (BI), juga tidak dapat memastikan apa yang ada dibenak investor asal Kuwait tersebut. Pasalnya, investor baru akan bertemu dengan bank sentral untuk berdiskusi.

"Kan belum ketemu. Orangnya masih di Kuwait, kita belum ketemu," jelasnya di Hotel Kempinski, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (13/10/2011).

"Mereka pokoknya ingin ketemu sama kita, untuk melihat peluang-peluang yang ada di Indonesia itu dari Kuwait," tegas Mulya.

Sedangkan perwakilan asal Dubai, yang terdiri dari 30 Bankers akan datang ke Indonesia. Sepertinya, mereka pun tengah menjajaki peluang investasi di Indonesia.

"30 Bankers kurang lebih, mereka akan datang tanggal 19. Dan tanggal 20 juta, Kementerian Luar Negeri akan mengadakan Seminar mengenai Islamic Finance Opportunity di Indonesia. Dan nanti kita diminta untuk melihat peluang-peluang Islamic Finance di Indonesia," ucap Mulya.

Industri Keuangan Syariah Indonesia Peringkat Empat Dunia

Jumat, 14 Oktober 2011 04:20 WIB

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan industri keuangan syariah Indonesia kini masuk peringkat ke-4 dunia. Padahal, tahun-tahun sebelumnya Industri keuangan syariah Indonesia tidak pernah masuk lima besar.

"Alhamdulillah tahun ini kita berada di level keempat yang selama ini kita tidak pernah masuk lima besar dunia," ungkap Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI Mulya Siregar di Jakarta, Kamis (13/10/2011).

Menurut Mulya, industri keuangan syariah Indonesia menduduki peringkat keempat dunia setelah Negara Iran, Malaysia dan Arab Saudi. Posisi Indonesia berada di atas negara-negara yang selama ini dikenal terkemuka dalam industri keuangan syariah seperti Uni Emirat Arab, Kuwait, Pakistan dan Bahrain.

Peringkat keempat tersebut berdasarkan hasil survei dari Islamic Finance Country Index dari Global Islamic Finance Report yang dikeluarkan oleh BMG Islamic sebuah lembaga konsultan bisnis dan manajemen terkemuka yang berbasis di London.

"Penilaian itu berdasarkan ukuran-ukuran tertentu dan bobot yang bervariasi, seperti jumlah lembaga keuangan syariah, izin pengaturan syariah, besarnya volume industri, edukasi dan budaya, serta kelengkapan infrastruktur," pungkasnya.

LPS Ikuti Kebijakan BI Turunkan Suku Bunga Per 15 Oktober 2011

Kamis, 13 Oktober 2011 08:31 WIB

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana menurunkan suku bunga penjaminan per 15 Oktober 2011. Kebijakan itu mengikuti keputusan Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,5%.

Tingkat bunga yang dijamin di Bank Umum dalam bentuk rupiah turun 25 bps, dari 7,25% menjadi 7%. Untuk tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum nantinya diturunkan sebesar 25 bps, tingkat bunga penjaminan dalam bentuk valuta asing juga akan turun hingga 75 bps menjadi 2%.

"Sebelumnya, bunga penjaminan dalam bentuk valas sebesar 2,75%," ujar Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani di Jakarta, Kamis (13/10/2011).

Terkait dengan suku bunga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dijamin turun 25 bps menjadi 10% dibandingkan dengan sebelumnya 10,25%.

"Tingkat suku bunga LPS tersebut akan berlaku pada 15 Oktober. Alasan utama penurunan ini karena inflasi relatif rendah dan likuiditas perbankan saat ini cukup baik, sehingga diperkirakan suku bunga simpanan akan turun," kata Firdaus.

BI dan LPS Belum Dapat Putuskan Mekanisme Pengembalian Dana Nasabah PT Antaboga

Kamis, 13 Oktober 2011 09:30 WIB

Pemerintah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan belum dapat memutuskan mekanisme pengembalian dana nasabah PT Antaboga Delta Sekuritas, yang membeli produk reksadana di Bank Century. Pula, pengembalian dana itu tidak bisa dibebankan ke APBN.

Hal tersebut menjadi kesimpulan dalam rapat dengar pendapat antara pemerintah, BI, dan LPS dengan tim pengawas Century di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, menjelaskan, reksadana yang ditawarkan Antaboga menyimpang dari ketentuan karena tidak tercatat dalam pembukuan Bank Century.

"Ada produk investasi dana yang diterbitkan Antaboga dimana produk ini diindikasikan menyimpang dari ketentuan," katanya.

Halim menjelaskan, Antaboga sebenarnya tidak memiliki izin menjadi manajer investasi dan mengeluarkan produk reksadana.

Bank Indonesia, lanjut dia, bahkan sudah melakukan pemeriksaan pada Maret 2006 dan perbaikan telah dilakukan.

"Semua produk tidak dicatat di Bank Century. Kami menemukan indikasi ada produk yang dijual lewat karyawan Bank Century didasarkan atas faktor manajemen Bank Century yang kurang sehat," ujarnya.

Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, memastikan pengembalian dana nasabah tidak bisa menggunakan dana APBN karena ini bukan merupakan bencana nasional seperti luapan lumpur Sidoarjo.

"Tidak bisa itu dibebankan ke APBN. Nanti akan dibicarakan lagi oleh LPS dan BI," kata Martowardoyo.

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru Budiargo, mengatakan, tidak ada landasan hukum untuk meminta LPS dan Bank Mutiara --dahulu Bank Century-- mengembalikan dana para investor Antaboga.

"Karena yang dijamin adalah dana produk hanya yang dikeluarkan bank. Terkait reksadana, discretionary fund tidak dijamin LPS," ujarnya.

Menurut dia, pembayaran kepada para nasabah Antaboga seharusnya bersumber dari pengejaran aset pelaku dan penyalahgunaan investasi seperti permintaan Menkopolhukam pada Maret 2010.

Pemerintah sebelumnya mengajukan dua opsi pengembalian dana nasabah, yaitu dengan melunasi hak nasabah melalui sumber pendanaan lewat pendapatan negara; atau melalui pengembalian aset milik Bank Century.

Sesuai dengan peraturan dan UU berlaku apabila sumber pendanaan dari pendapatan negara, maka pemerintah akan mengajukan usulan anggaran kepada DPR.

Namun, opsi pendanaan pembayaran hak nasabah bersumber dari pengembalian aset milik Bank Century baik yang berada di dalam dan luar negeri baru dapat dilakukan apabila seluruh tahapan proses hukum pengejaran dan pengembalian aset Bank Century telah selesai.

Pengguna Kartu Kredit Menurun 212.874 Nasabah Dalam Sebulan

Rabu, 12 Oktober 2011 22:15 WIB

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pengguna kartu kredit menurun sebanyak 212.874 nasabah selama sebulan. Hingga Agustus 2011 pengguna kartu kredit tercatat sebanyak 14.166.928 nasabah.

Demikian disampaikan oleh Direktur Direktorat Sistem Pembayaran Bank Indonesia Ronald Waas di Gedung Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu (12/10/2011).

"Pengguna kartu kredit di Agustus 2011 sebanyak 14.166.928 menurun dibandingkan pada bulan Juli 2011 yang mencapai 14.379.802 nasabah," kata Ronald.

Sedangkan untuk pengguna kartu debet dan ATM, Ronald mengatakan penggunanya justru meningkat selama sebulan belakangan. BI mencatat jumlah pengguna kartu debet di Agustus 2011 mencapai 59.490.361 orang.

"Sebelumnya di Juli 2011 hanya sebanyak 58.195.742 orang. Jadi mengalami peningkatan hingga 1,29 juta orang," tuturnya.

Dihubungi secara terpisah, Dewan Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Probojakti mengatakan penurunan jumlah kartu kredit ini lebih bersifat temporary alias sementara.

"Karena customers ingin mengkonsolidasikan kartu-kartu pembayarannya, tetapi dari sisi nilai transaksi atau jumlah belanja mereka meningkat," tuturnya.

Menurut Dodit, jumlah kartu kredti tumbuh 9% secara year on year sedangkan nilai transaksi tumbuh 14%. "Atau rata-rata Rp 15 triliun per bulan. Sementara itu, nilai outstanding balance tumbuh 11% menjadi sekitar Rp 40,5 triliun pada Agustus 2011," pungkasnya.

BI: Stabilitas Sistem Perbankan Tetap Terjaga

Rabu, 12 Oktober 2011 09:15 WIB

Bank Indonesia menyatakan bahwa stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik meskipun terjadi gejolak pasar keuangan akibat pengaruh global.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Jakarta, Selasa mengatakan stabilitas industri perbankan masih tetap terjaga dengan baik sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8 persen dan rendahnya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5 persen.

Sementara itu, penyaluran kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut, tercermin pada pertumbuhan kredit yang mencapai 23,8 persen (yoy) hingga akhir September 2011.

"Bank Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas sistem perbankan dan mendorong fungsi intermediasi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dengan mendorong ke arah pertumbuhan kredit produktif sehingga perekonomian nasional tetap dapat mencapai pertumbuhan yang optimal di tengah kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian," kata Darmin.

Dijelaskannya, komposisi kredit perbankan cukup baik karena lebih banyak didorong kredit investasi yang tumbuh 30,1 persen, lalu diiikuti kredit konsumsi tumbuh 24,8 persen dan kredit modal kerja tumbuh 20,8 persen.

Sementara untuk sektor yang mendapatkan kredir paling tinggi pertumbuhannya adalah kelistrikan atau investasi yang tumbuh 58,5 persen, pertambangan 22,8 persen, dan jasa sosial 20,8 persen.


Sangat kuat

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan dari "stress test" yang dilakukan BI terlihat bahwa kondisi perbankan sangat kuat dari dampak krisis ekonomi di Eropa.

"Dari "stress test" dengan beberapa skenario tidak dijumpai ada bank yang CAR-nya akan turun di bawah 8 persen jika ada bank yang default. Begitu juga jika ada bank di Amerika yang default hanya sedikit bank yang terpengaruh," katanya.

Selain itu, untuk kebutuhan valas perbankan, Halim menilai jumlahnya kecil dibanding kredit rupiah, sehingga kondisi krisis sekarang ini tidak akan mempengaruhi kebutuhan valas perbankan.

"Kredit valas Rp53,3 triliun di Agustus, atau jauh lebih rendah dibanding kredit rupiah Rp212 triliun. Jadi kebutuhan valas tidak besar, suplai valas cukup," katanya.

Darmin Nasution: Waspadai Ketidakpastian Pasar Keuangan Global

Rabu, 12 Oktober 2011 09:05 WIB

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan akan terus mewaspadai tingginya risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global serta kecenderungan menurunnya kinerja perekonomian global akibat permasalahan utang dan fiskal di Eropa dan AS.

"Perhatian terutama ditujukan pada dampak jangka pendek melalui jalur finansial berupa melemahnya bursa saham, meningkatnya indikator risiko utang, dan tekanan pembalikan arus modal portofolio (capital reversals) oleh investor global dari emerging economies, termasuk Indonesia," kata Darmin saat menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Selasa.

Dijelaskannya kinerja perekonomian global terindikasi melemah seperti tercermin pada perlambatan kegiatan produksi dan penjualan ritel yang disertai dengan tingkat keyakinan konsumen yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah harga komoditas internasional.

Di sisi lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi negara emerging markets masih relatif tinggi sehingga terjadi pergeseran respon kebijakan moneter ke arah netral atau akomodatif.

Kedepan, secara keseluruhan Dewan Gubernur BI melihat kecenderungan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya volume perdagangan dunia, dan menurunnya harga komoditas global.

Sementara itu di sektor keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persepsi resiko investor masih akan mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging economies, termasuk Indonesia, baik dalam bentuk PMA maupun investasi portofolio.

Namun Dewan Gubernur BI menilai bahwa fundamental ekonomi dan perbankan nasional tetap kuat di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2011 diperkirakan akan lebih tinggi, terutama didukung oleh konsumsi dan kegiatan investasi, sehingga secara keseluruhan tahun 2011 dapat mencapai 6,6 persen.

Sementara pertumbuhan ekonomi domestik tahun 2012 diprakirakan berada disekitar 6,5 persen.

Neraca pembayaran

Darmin juga menjelaskan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV-2011 diprakirakan akan kembali surplus setelah mengalami tekanan akibat terjadinya aliran modal keluar pada triwulan sebelumnya.

"Secara keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan akan tetap mencatat surplus yang cukup besar. Surplus NPI ini diprakirakan akan tetap berlangsung pada tahun 2012 terutama didukung oleh surplus transaksi modal dan finansial yang terus meningkat, baik dalam bentuk investasi portofolio maupun investasi langsung," katanya.

Sejalan dengan itu, cadangan devisa pada akhir September 2011 tercatat sebesar 114,5 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

"Jumlah cadangan devisa tersebut lebih dari cukup untuk mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah," katanya.

Menurutnya, nilai tukar Rupiah pada triwulan III-2011 mengalami tekanan, khususnya pada bulan September 2011. Pada triwulan III-2011, nilai tukar Rupiah melemah 2,42 persen (point to point) menjadi Rp8.790 per dolar dengan volatilitas yang meningkat.

"Namun, pelemahan nilai tukar rupiah tersebut masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara kawasan," katanya.

Tekanan terhadap rupiah antara lain dipengaruhi oleh meningkatnya faktor risiko global akibat kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia. Selain itu, meningkatnya permintaan valas untuk memenuhi pembayaran impor turut menekan nilai tukar Rupiah.

Ke depan lanjut Darmin, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah guna mendukung terpeliharanya kestabilan makroekonomi.

HIPMI: Perbankan Harus Turunkan Suku Bunga Kredit

Rabu, 12 Oktober 2011 08:40 WIB

Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) mendesak perbankan segera menurunkan tingkat suku bunga kredit. Hal ini menjadi 'wajib' dilakukan karena Bank Indonesia (BI) telah menurunkan BI Rate dari level 6,75% menjadi 6,5%.

Ketua HIPMI, Erwin Aksa mengatakan kebijakan BI yang menurunkan BI Rate merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ancaman perlambatan ekonomi nasional akibat krisis di Eropa dan Amerika Serikat.

"Kami sangat mendukung langkah BI menurunkan BI rate. Kini tinggal rekan-rekan di perbankan yang harus ikut menurunkan suku bunga kreditnya," kata Erwin dalam penjelasannya di Jakarta, Rabu (12/10/2011).

Erwin menjelaskan, perbankan merupakan ujung tombak dalam menghadapi ancaman krisis. Bila kredit dari perbankan melambat, maka sektor usaha lain juga akan terkena dampak negatifnya. Erwin menilai, industri perbankan nasional masih sangat kuat.

"Sampai bulan Juli 2011, berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah dana pihak ketiga (DPK) perbankan mencapai Rp 2.464 triliun. Sementara kredit yang disalurkan baru sekitar Rp 1.997 triliun. Dari jumlah ini kredit tersebut nilai undisburse loan atau kredit yang belum ditarik debitur mencapai Rp 623 triliun," jelasnya.

Menurut Erwin, kalangan perbankan harus berani untuk menurunkan bunga kredit. Selain akan membantu bergeraknya sektor riil, penurunan bunga kredit tersebut sesungguhnya juga memperingan para pengusaha dan mengurangi risiko kredit macet.

Selama ini, bunga kredit yang diterima para pengusaha masih berkisar antara 15%-20% per tahun. Tingkat suku bunga tersebut tergolong mahal mengingat biaya dana (cost of fund) perbankan hanya sekitar 6%.

"Idealnya bunga kredit ke pengusaha bisa ditekan hingga 10%-12%," tegasnya.

Apalagi, lanjut Erwin, bank-bank besar kini juga telah memiliki sumber pendapatan non bunga yang cukup besar melalui fee based income. Bahkan, pendapatan non operasional perbankan nasional sampai Juli lalu sudah mencapai Rp 89,9 triliun, meningkat 50,5% dibanding Juli 2010 sebesar Rp 59,7 triliun.

"Fakta ini menunjukkan bahwa ketergantungan bank terhadap bunga kredit tidak lagi dominan. Karena itu sudah sewajarnya bila bunga tersebut diturunkan," kata Dia.

Erwin menambahkan, dengan kondisi makro ekonomi yang cukup kokoh, perbankan seharusnya lebih berani untuk memberikan kredit ke sektor usaha. Apalagi dengan jumlah penduduk mencapai 240 juta, pasar dalam negeri masih cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

"Perbankan jangan hanya agresif membiayai kredit konsumer. Kalau sektor usahanya tidak berjalan, kredit konsumer juga akan berpotensi macet," tegas Erwin.

Powered by Blogger